Kamis, 24 Oktober 2019

PERKEMBANGAN KEAGAMAAN PADA REMAJA_PSIKOLOGI AGAMA



PERKEMBANGAN KEAGAMAAN PADA REMAJA

DOSEN PEMBIMBING
MUHAMMAD MUNIR AN-NABAWI, M.Psi

DISUSUN OLEH:

MUTIA (2017320133)
NADILA SARI (2017320105)
BADRATUN NAFIS (2017320100)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
TAHUN AJARAN 2017/2018



s
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Kami Panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini yang berjudul “Perkembangan Keagamaan pada Remaja” tepat pada waktunya. Tidak lupa pula shalawat dan salam kami kirimkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW sebagaimana beliau telah mengangkat derajat manusia dari alam tidak berpengetahuan kepada alam yang penuh akan ilmu pengetahuan.
Kami juga ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen yang membimbing mata kuliah Psikologi Agama pada semester ini. Dalam penulisan makalah ini kami juga terlebih dahulu meminta maaf dan memohon pemakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat yang kurang tepat.
            Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah ilmiah sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.


Lhokseumawe, 10 Apr. 18

                                                                                                            Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

A.                LATAR BELAKANG
Remaja telah melalui proses pembinaan diri dalam waktu yang cukup lama, sejak lahir sampai remja. Waktu dan kondisi serta berbgai peristiwa yang dilaluinya telah banyak membawa hasil dalam berbagai bentuk sikap dan modal kelakuan. Dapat dibayangkan betapa veriatifnya sikap dan kelakuan itu karena masing-masing telah terbina dalam berbagai kondisi dan situasi keluarga, sekolah, dan lingungan yang berlainan satu sama lain.
Sikap keberagamaan adalah suatu kondisi diri seseorang yang dapat mendorongnya untuk bertingkahlaku sesuai kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keagamaan tersebut disebabkan oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur efektif, dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konatif. Dari sini dapat disimpulkan bahwa sikap kegamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama, serta tindak keagamaan dalam diri seseorang hal ini menunjukkan bahwa sikap keagamaan menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala kejiwaan.

B.                 RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana  perkembangan jiwa keagamaaan pada remaja ?
2.      Apa saja ciri-ciri perkembangan jiwa keagamaan pada remaja ?
3.      Bagaimana sikap remaja terhadap agama ?





BAB II
PEMBAHASAN
A.                Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Remaja
1.      Perkembangan Rasa Agama
`           Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki masa progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa juvenilitas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.[1]
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap pengajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembanga n rohani dan jasmaninya, perkembangan itu antara lain menurut W. Starbuck adalah:
a.       Pertumbuhan Pikiran dan Mental

Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
Dari hasil ini dimyatakan  bahwa agama yang ajarannya bersifat lebih konservatiflebih banyak berpengaruh bagi remaja untuki tetap taat pada ajaran agamanya.
Sebaliknya, agama yang ajarannya kurang konservatis-dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja, sehingga mereka banyak meniggalkan ajaran agamanya.[2]

b.      Perkembangan Perasaan

Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis dan estetis mendorong remaja untuk menghadapi perikehidupan yang terbiasa dengan lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat kearah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pemdidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah  didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok kearah tindakan seksual yang negatif.

c.       Pertimbangan Sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya umtuk bersikap materialis.

d.      Perkembangan Moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencakupi:
1)      Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasrkan pertimbangan pribadi.
2)      Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3)      Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
4)      Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
5)      Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.[3]


e.       Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka(besar kecil minatnya)

f.       ibadah
Hanya 17% mengatakan bahwa sembahyang bermamfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sedangkan 26% di antaranya menganggap bahwa sembahyang hanyalah merupakan media untuk bermeditasi.[4]

B.                 Konflik dan Keraguan
Dari sampel yang diambil W.Starbuck terhadap mahasiswa Middleburg college, tersimpul bahwa dari remaja usia 11 – 26 tahun terdapat : 53% dari 142 mahasiswa yang mengalami konflik dan keraguan tentang ajaran agama yang mereka terima, cara penerapan, keadaan lembaga keagamaa, dan para pemuka agama. Hal yang serupa ketika diteliti terhadap 95 mahasiswa, maka 75% di antaranya mengalami kasus yang serupa.[5]
Dari analisis hasil penelitiannya W.Starbuck menemukan penyebab timbulnya keraguan itu antara lain adalah faktor :
1.         kepribadian,yang menyangkut salah tafsir dan jenis kelamin.
a.                  Bagi seseorang yang memiliki kepribadian introvert, maka kegagalan dalam mendapatkan pertolongan Tuhan akan menyebabkan salah tafsir akan sifat tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.Misalnya,seseorang memohon penyembuhan terhadap keluarganya yang sakit.Jika doanya ternyata tidak terkabul akan timbullah keraguan akan kebenaraan sifat ketuhanan tersebut.Hal yang demikian utu akan lebih membekas pada diri remaja yang sebelumnya adalah penganut agama yang taat.
b.                  Perbedaan jenis kelamin dan kematangan merupakan faktor yang menentukan dakam keraguan agama.Wanita yang lebih cepat matang dalam perkembangannya lebih cepat menunjukkan keraguan daripada ramaja pria.Tetapi sebaliknya,dalam kualitas dan kuantitas keraguan remaja putri lebih kecil jumlahnya.Disamping itu, keraguan wanita lebih bersifat alami sedangkan pria bersifat intelek.
2.      Kesalahan Organisasi Keagamaan dan Pemuka Agama
Ada beberapa lembaga keagamaan, organisasi, dan aliran keagamaan yang kadang – kadang menimbulkan kesan adanya pertentangan dalam ajarannya. Pengaruh ini dapat menjadi penyebab timbulnya keraguan para remaja.demikian pula tindak – tanduk pemuka agama yang tidak sepenuhnya menuruti tuntutan agama.
3.      Pernyataan Kebutuhan Manusia
Manusia memiliki konservatif (senang dengan yang sudah ada ) dan dorongan curiosity (dorongan ingin tahu). Berdasarkan faktor bawaan ini maka keraguan memang harus ada pada diri manusia, karena hal itu merupakan pernyataan dari kebutuhan manusia normal. Ia terdorong untuk mempelajari ajaran agama dan kalau ada perbedaan – perbedaaan yang kurang sejalan dengan apa yang telah dimilikinya akan timbu keraguan.
4.      Kebiasaan
Seseorang yang terbiasa akan suatu tradisi keagamaan yang dianutnya akan ragu menerima kebenaran ajaran yang baru diterimanya atau dilihatnya.
5.      Pendidikan
Dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang serta tingkat pendidikan yang dimilikinya akan mempengaruhi sikapnya terhadapajaran agama. Remaja yang terpelajar menjadi lebih kritis terhadap ajaran agamanya, terutama yanng banyak mengandung ajaran yang bersifat dogmatis. Apalagi jika mereka memiliki kemampuan untuk menafsirkan ajaran agama yang dianutnya itu secara lebih rasional.

6.      Pencampuran anatara Agama dan Mistik
Para remaja merasa ragu untuk menentukan antara unsur agama dengan mistik. Sejalan dengan perkembangan masyarakat kadang – kadang secara tidak disadari tindak keagamaan yang mereka lakukan ditopang oleh praktik kebatinan dan mstik. Penyatuan unsur ini merupakan suatu dilema yang kaburb bagi para remaja.
Secara individu sering pula terjadi keraguan yang disebabkan beberapa hal antara lain mengenai:
1.                  Kepercayaan, menyangkut masalah ke-Tuhanan dan implikasinya
2.                  Tempat suci
3.                  Alat perlengkapan keagamaan
4.                  Fungsi dan tugas staf dalam lembaga keagamaan
5.                  Pemuka agama
6.                  Perbedaan aliran dalam keagamaan.

Keraguan – keraguan yang demikian akan menjurus kearah munculnya konflik dalam diri para remaja, sehingga mereka dihadapkan kepada pemilihan antara mana yang baik dan mana yang buruk, serta mana yang benar dan mana yang salah.[6]

Konflik ada beberapa macam diantaranya:
1.                  Konflik yang terjadi anatara percaya dan ragu
2.                  Konflik yang terjadi antara pemilihan satu diantara dua macam agama atau ide keagamaan serta lembaga keagamaan
3.                  Konflik yang terjadi pemilihan antara ketaatan beragama atau sekularisme
4.                  Konflik yang terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan kehidupan keagamaan yang didasarkan atas petunjuk Ilahi.
Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja, sebenarnya banyak tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi dalam diri. Usia remaja memang dikenal sebagai usia rawan.remaja memiliki karaakteristik khusus dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Secara fisik remaja mengalamipertumbuhan yang pesat, dan sudah menyamai fisik orang dewasa. Namun, pesatnya pertumbuhan fisik itu belum diimbangi secara setara oleh perkembangan psikologisnya.kondisi seperti itu menyebabkan remaja mengalami kelabilan.
Dalam kenyataannya apa yang dialami oleh remaja selalu berbeda dengan apa yang mereka inginkan. Nilai – nilai ajaran agama yang diharapkan dapat mengisi kekosongan batin mereka terkadang tidak sepenuhnya sesuai harapan. Sejalan dengan perkembangan inteleknya, remaja serimg dibingungkan oleh adanya perbedaan ajaran agama yang mereka terima. Secara logika remaja berpegang pada prinsip, bahwa bila agama merupakan ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, mengapa dalam informasi mereka terima dijumpai berbagai perbedaan.[7]
Nilai – nilai agama sebenarnya dapat difungsikan. Tokoh dan pemuka agama memiliki peran strategis dalam mengatasi kemelut batin remaja, bila mereka mampu melakukan pendekatan yang tepat. Sebaliknya bila gagal, maka kemungkinan yang terjadi adalah para remaja akan menjauhkan diri dari agama, mencari agama baru, atau rujuk ke nilai - nilai agama yang dianutnya dan mengubah sikap menjadi lebih taat.

Aspek – Aspek yang terdapat dalam Ajaran Agama
a)                  Aspek Kognitif
Pada aspek kognitif nilai – nilai ajaran agama diharapkan dapat mendorong remaja untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya secara optimal.
b)                  Aspek Afektif
Pada aspek afektif diharapkan nilai – nilai ajaran agama dapat memperteguh sikap dan perilaku keagamaan.

c)                  Aspek Psikomotor
Pada aspek psikomotor diharapkan akan mampu menanamkan kerikatan dan keterampilan lakon keagamaan.

Melaui pendekatan dan pemetaan niai – nilai ajaran agama yang lengkap dan utuh seperti itu, setidaknya akan memberi kesadaran baru bagi remaja, bahwa agama bukan alat sebagai pemasung kreativitas manusia, melainkan pendorong utama. Dengan demikian, diharapkan remaja akan termotivasi untuk mengenal ajaran agama dalam bentuk sebenarnya. Agama yang mengandung nilai – nilai ajaran yang sejalan dengan fitrah manusia, universal, dan bertumpu pada pembentukan sikap akhlak mulia.[8]

C.                Ciri-ciri perkembangan jiwa keagamaan pada remaja

Menurut Zakiyah masih ada beberapa patokan umum yang menjadi ciri yang dialami oleh remaja dalam perkembangan jiwa keagamaannya, antara lain sebagai berikut:
1.        Pertumbuhan jasmani secara cepat telah selesai
Hal ini berarti bahwa dari segi jasmanianh mereka telah matang. Artinya segala fungsi jasmaniah mulai atau telah dapat bekerja. Kekuatan jasmani mereka dapat dianggap sama dengan orang dewasa demikian pula segi seks. Mereka telah mampu berketurunan. Pertumbuhan jasmani dari luar dan dalam yang telah matang itu akan mengakibatkan timbulnya dorongan seks, yang perlu mendapat perhatian.

2.        Pertumbuhan kecerdasan hampir selesai
Pada usia remaja, mereka telah mampu memahami hal-hal yang abstrak dan sekaligus telah mampu mengambil kesimpulan abstrak dari sesuatu yang bersifat indrawi. Sebagai akibat dari kematangan kecerdasan itu, mereka selalu menuntut penjelasan yang masuk akal terhadap setiap ketentuan hukum agam yang dibawakan kepadanya.

3.        Pertumbuhan pribadi belum selesai
Hal ini berarti bahwa dalam usia ini, pribadi mereka masih mengalami kegoncangan dan ketidak pastian. Dari segi jasmaniah mereka merasa cukup matang dan seperti orang dewasa demikian pula dalam hal kecerdasan mereka merasa telah mampu berfikir objektif dan dapat mengambil kesimpulan. Pada masa muda digambarkan sebagai gerak peralihan dari cara berfikir konkret ke cara berfikir proposisional. Akan tetapi mereka belum mampu berdiri sendiri belum sanggup mencari nafkah untuk membiyayai sendiri segala kebutuhannya.

4.        Pertumbuhan jiwa sosial masih berjalan
Pada umur ini, mereka merasa betapa pentingnya pengakuan sosial bagi remaja. Mereka kan merasa sangat sedih apabila diremehkan atau dikucilkan dari masyarakat dan teman-temannya. Karena itu mereka tak mau ketinggalan dari mode atau kebiasaan teman-temannya. Erik Erikson telah menekankan sifat krisis pergulatan orang muda untuk menemukan identitas dan mengutarakan kebutuhan untuk menyelesaikan perjuangan itu dengan mendapatkan rasa cukup atas harga diri, peran untuk berhubungan dengan orang lain.

5.        Keadaan jiwa agama yang tak stabil
Remaja pada umur-umur ini mengalami kegoncangan atau ketidakstabilan beragama. Misalnya, mereka kadang-kadang sangat tekun menjalankan ibadah tetapi pada waktu lain, enggan melaksanakannya bahkan mungkin menunjukkan sikap seolah-olah anti agama.

D.                Sikap remaja terhadap agama

\Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan dapat dikatakan sangat bergantung pada kebiasaan masa kecil dan lingkungan agama yang mempengaruhi besar kecil mereka terhadap masalah keagamaan.
Menurut Zakiah membagi siakap remaja terhadap masalah keagamaan sebagai berikut:
a.       Percaya turut-turutan
                      Sesungguhnya kebanyakan remaja yang percaya kepada tuhan dan menjalankan ajaran agama adalah mereka yang terdidik dalam lingkungan yang bergama, ibu bapaknya orang yang beragama, teman-teman dan masyarakat sekelilingnya rajin beribadah. Oleh karena itu, merekapun ikut percaya dan melaksanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama, sekedar mengikuti suasana lingkungan dimana dia hidup. Kepercayaan seperti inilah yang disebut kepercayaan yang turut-turutan.
b.      Percaya dengan kesadaran
                      Kesadaran atau semangat keagamaan pada masa remaja dimulai dengan kecenderungannya untuk meninjau dan meneliti ulang cara ia beragama dimasa kecil dulu. Oleh karena itu, ia tak mau lagi beragama sekedar ikut-ikutan saja. Biasanya, semangat keagamaan itu tidak terjadi sebelum umur 17 atau 18 tahun. Semanagat keagamaan itu mempunyai dua bentuk yaitu semangat positif dan semnagat kuratif.
c.       Percaya tetapi agak ragu-ragu (bimbang)
                      Kebimbangan remaja terhadap agama itu tak sama, antara satu dengan lainnya sesuai dengan kepribadiannya masing-masing. Ada yang mengalami kebimbangan ringan, yang dengan cepat dapat diatasi dan ada yang sangat berat sampai membawanya berubah agama.
d.      Tak percaya sama sekali (tak percaya kepada tuhan)
                      Ketidakpercayaan sama sekali kepada tuhan tidak terjadi sebelum umur 20 tahun. Mungkin saja, terjadi pengakuan dari seseorang remaja bahwa ateis, tetapi ketika dianalisis dibalik keingkarannya itu tersembunyi kepercayaan terhadap tuhan. Dalam hal seperti inilah kebanyakan remaja dibawah umur 20 tahun mengaku atau menyangka ia tidak percaya kepada tuhan, tetapi sesungguhnya pengakuan tersebut hanyalah proses atau ketidakpuasan terhadap tuhan.

BAB III
PENUTUP
A.                KESIMPULAN
Perkembangan agama pada para remaja di tandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut  W.Starbuck adalah:
1.      Pertumbuhan pikiran dan mental
2.      Perkembangan perasaan
3.      Pertimbangan sosial
4.      Perkembangan moral
5.      Sikap dan minat

Ciri yang dialami oleh remaja dalam perkembangan jiwa keagamaannya, antara lain sebagai berikut:
1.      Pertumbuhan jasmani secara cepat telah selesai
2.      Pertumbuhan kecerdasan hampir selesai
3.      Pertumbuhan pribadi belum selesai
4.      Pertumbuhan jiwa sosial masih berjalan
5.      Keadaan jiwa agama yang tak stabil
           

B.                KRITIK dan SARAN

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, sekiranya isi makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Kami megharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah yang selanjutnya. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam makalah kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.




DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996)
Bambang Syamsul Arifin , Psikologi Agama, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2008)
Robert W.Crapps, Perkembangan Kepribandian dan Keagamaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1994)





1Dr. Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996, hal 74

 2Ibid hal 74 – 75

3Ibid hal 75 – 76

4 ibid hal 76 – 77

5 ibid hal 78 – 80

6 ibid hal 80

7 ibid hal 81 – 83

8 ibid hal 84


[1] Dr. Jalaluddin, psikologi Agama, (Jakarta : PT Grafindo Persada, 1996), hal 74
[2] Ibid., hal 74 – 75
[3]  Ibid., hal 75 - 76
[4] Ibid., hal 76 - 77
[5]  Ibid., hal 78 - 80
[6] Ibid., hal 80
[7] Ibid., hal 81 - 83
[8] Ibid., hal 84

Tidak ada komentar:

Posting Komentar