Kamis, 19 Desember 2019

Masalah-Masalah Individu dan Strategi Penyelesaian Masalah Individu

by_yufiditikonseling
Setiap manusia punya masalah tidak ada yang tidak punya masalah.  Masalah bagaikan permukaan air yang tidak bergelombang. Kita sangka airnya tenang padahal didalam ombaknya keras anginnya kencang. Begitu juga bongkahan es yang nampak dari laut dimana hanya menampakan permukaan es saja tetapi didalamnya lebih besar dua kali lipat dari penampakan dipermukaan. Maka semua ini punya masalah. Begitupun manusia dimana seorang individu yang selalu dirundung masalah setiap kali masalah terselesaikan maka akan ada masalah yang lainnya muncul.
Manusia merupakan makhluk yang sangat rumit. Berbagai pandangan tokoh tokoh terkait manusia menyatakan manusia sebagai “Hayawan Natiq” atau hewan yang berfikir. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang tergantung pada tabiat. Sedangkan Aristoteles berpendapat manusia adalah hewan yang berpolitik. Manusia merupakan makhluk yang bisa bergerak, menyeimbangkan diri dan memiliki rasa senang, bahagia, humanis dan juga mahkluk yang berbicara, berpikir, berjalan, bersikap, dan lainnya.
Manusia dalam pandangan psikologi bahkan digambarkan dengan berbagai pengertian dari setiap tokoh yang pada intinya manusia memiliki perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya baik itu tingkah laku dalam lingkungannya, cara berfikirnya bahkan tipe-tipe kepribadian dari individu sendiri, selain itu manusia juga bisa memikirkan dirinya sebagai objek pikiran dan renungan.
Keberadaan diri sebagai manusia merupakan tingkatan yang paling tinggi diantara makhluk hidup sehingga ada kebanggan tersendiri  di dalamnya. Karena manusia yang berani hidup artinya berani menghadapi masalah. Hidup adalah berani mengambil resiko pilihan. Segala bentuk perbuatan manusia pada dasarnya ia melakukan secara sadar akan perbuatanya. Begitupun terhadap pilihan yang nanti bisa menimbulkan masalah artinya ia harus bisa menyelesaikan masalahnya juga dengan berani mengambil pilihan dalam menyelesaikan masalah.
Masalah artinya suatu keadaan atau pernyataan yang belum terselesaikan sesuai dengan kemauan dan harapan dimana masih belum bias menerima dengan baik. Masalah individu pun sangat beragam yang disebabkan oleh factor internal maupun eksternal.
Adapun masalah-masalah individu  yang telah di vote pada unit 2 BKI semester 5 IAIN Lhokseumawe sebanyak 20 orang bahwa ada 4 kategori masalah yang dialami oleh mahasiswa dan penyebab masalah individu. Diantaranya:
a.      Kurang Percaya Diri
1.     Terlalu melihat kekurangan paa diri sendiri
2.     Suka membandingkan dengan kelebihan orang lain
3.     Tidak yakin dengan kelebihan yang dimiliki
4.     Tidak memahami potensi yang dimiliki
b.     Komunikasi
1.     Ada ketakutan yang ditanam dalam diri
2.     Pernah dihambat untuk berbicara
3.     Pernah dibully
4.     Tiak mau berusaha mau berkomunikasi dengan baik
5.     Sulit menerima komunikasi yang baru
c.      Mudah tersinggung
1.     Karena sering melihat orang tersinggung
2.     Belum mampu menata diri lebih baik
3.     Melakukan persepsi yang salah
4.     Sering disinggung-singgung oleh orang lain
d.     Beban
1.     Tidak mengalir apa adanya
2.     Terlalu banyak memiliki harapan
3.     Harapan tidak sesuai dengan kenyataan

 Strategi penyelesaian masalah individu diantaranya:
1.     Caranya “Masalah besar dikecilkan masalah kecil dihilangkan”

Menggunak Teknik Seperti: Konseling, Terapi, Pembiasan Perilaku Terapan, Coping, Traumahealing, Relaksasi, Katarsi

Kamis, 21 November 2019

Manajemen BK : Prinsip dan Konsep Dasar Manajemen dalam Bimbingan dan Konseling





Prinsip Bimbingan dan Konseling

Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), (a)prinsip diartikan sebagai dasar yaitu kebeanarn yang menjadi pokok berpikir, bertindak dan sebagainya. (b) menganut atau mempunyai prinsip. Karenanya itu jika melihat sekilas, prinsip sama dengan asas. Pada kenyataannya asas dan prinsip itu berbeda meskipun hampir sama. Jika asas merupakan dasar dan tumpuan dalam berpikir dan berpendapat. Sedangkan prinsip adalah hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan sesuatu.
Adapun prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling antara lain:
1.      Layanan BK harus dilakukan seseuai kebutuhan (need assesment)
2.      Layanan BK harus menyelesaikan masalah konseli
3.      Jika kasus tidak bisa diselesaikan, maka harus referal/alih tangan kasus
4.      konseli harus aktif, dinamis dan banyak ide (konseling berpusat pada konseli)
5.      konselor harus memiliki kompotensi
·         Wawasan/pengetahuan
·         Kepribadian
·         Skill/kemampuan/praktek
6.      Layanan BK harus memiliki program dan evaluasi, programnya antara lain yaitu:
·         Program disusun sesuai kebutuhan (need assesment)
·         Program BK harus fleksibel dan dinamis
·         Program harus memperhatikan keunikan individu yaitu individu yang memiliki karakter kepribadian yang kompleks.

Konsep dasar Manajemen dalam Bimbingan dan Konseling

Manajemen artinya mengatur, mengarahkan, mengelola, merencanakan, merancang dan sebagainya.
Manajemen bimbingan dan konseling adalah kegiatan manajemen yang dilakukan oleh konselor untuk memfasilitasi fungsi bimbingan dan konseling dari perencanaan pengorganisasian, pelakasanaan dan evaluasi untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien dengan memamfaatkan berbagai sumber daya yang ada.
Hal-hal yang diatur dalam manajemen diantaranya:
1.      Perencanaan
2.      Cara-cara dan tujuan
3.      Tugas-tugas dalam manajemen
4.      Sistematika dalam manajemen

Tujuan manajemen adalah membantu agar apa yang direncanakan akan terlaksanakan dengan baik. Sehingga dapat membantu mempermudah konseli, dan dapat mempermudah tujuan.

Fungsi manajemen diantaranya:
1.      Planning (merencanakan)
2.      Organizing (kerjasama/organisasi)
3.      Actuating (pengarahan)
4.      Controling (evaluasi)a



Refrensi Nilai-Nilai Konseling dalam Film THE MIRACLE WORKER



Seorang anak bernama Hellen Keller kisaran umur 7 tahun yang mengalami Disabilitas dimana disabilitas ini jenisnya adalah disabilitas fisik. Disabilitas fisik yang Hellen alami meliputi disabilitas fisik tunanetra yaitu tidak dapat melihat(buta), tunarungu yaitu tidak dapat mendengar/kurang dalam mendengar(tuli), dan tunawicara yaitu tidak dapat bicara(bisu). Ia berasal dari keluarga yang berada memiliki seorang ibu, ayah, kakak laki-laki (kaka tiri) dan adik bayi yang normal. Kedua orangtuanya memberikan perhatian kepada Hellen seperti pada umumnnya hanya saja kakak laki-lakinya yang merasa kasih sayang yang orangtuanya berikan terlalu berlebihan terhadap Hellen hanya karena sakit yang dialaminya.
Hellen adalah anak yang suka berkeliaran disekitaran rumah terkadang dia membuat kekacauan terhadap pekerja-pekerja dirumahnya atau bahkan merusak barang-barang. Walaupun begitu, orangtuanya membiarkan saja kelakuan Hellen tanpa menentang atau membatasi Hellen dalam bergerak bahkan jika itu mengganggu. Kedua orangtuanya hanya memaklumi kelakuan Hellen saat ia membuat kekacauan. Sehingga kedua orangtuanya pun tidak mau membawa Hellen ke rumah sakit jiwa dan mereka juga beranggapan bahwa Hellen memang sudah tidak dapat ditolong. Walaupun demikian, ibunya masih mau berharap dan percaya bahwa anaknya masih bisa ditolong dan ada harapan setelah mendengar dari bibinya Hellen bahwa ada dokter yang dibaca dikoran dapat menyembuhkan Hellen sehingga ia berusaha untuk meminta dan mengajak suaminya untuk memperkerjakan seorang dokter dari sebuah Institut terkenal tersebut yang dapat membantu dan menyembuhkan Hellen. Disini ayah Hellen kurang yakin apakah Hellen bisa disembuhkan atau tidak dan kakak laki-lakinya James kurang peduli bahkan ia bercanda seolah-olah Hellen tidak dapat disembuhkan hanya akan menambahkan masalah saja.
Institut kedokteran tersebut mengirim mahasiswanya yang pintar bernama Annie Sullivan ia dulunya juga hampir mengalami kebutaan pada matanya yang sudah dioperasi sebanyak 9 kali. Saat ia pertama bertemu dengan Hellen ia memberikan boneka kemudian dia memperkenalkan bahasa isyaratnya kepada Hellen sehingga kata DOLL merupakan kata pertama yang Hellen pelajari. Disini pelajaran pertama yang akan coba diberikan oleh Annie adalah bahasa karena dengan bahasa Hellen akan tau bagaimana untuk bertindak. Selama hampir satu bulan Annie mengajari Hellen bahkan memisahkan dari orangtuanya ia berhasil mengajari bahasa isyarat dimana ia memperkenalkan setiap kata diiringi dengan contoh/benda walaupun awal ia mengajar penuh dengan kesusahan dan kekacauan yang dilakukan oleh Hellen, pantang menyerah sehingga Annie membuahkan hasil dari kesabarannya mengajar.


TANGGAPAN:
Menurut saya orangtuanya tidak bagus dalam menanggapi kelakuan Hellen yang membuat kekacauan dan histeris tiba-tiba. Seharusnya orang tuanya mencoba memberi pengertian dan mereka harus tau atau belajar cara mendidik Hellen yang disabilitas bukan hanya mencoba langsung membawa anaknya kedokter-dokter yang ada tetapi mereka tidak melakukannya pada diri sendiri  mereka juga harus belajar bagaimana cara dalam mengasuh anaknya yang disbilitas. Orangtua seharusnya ikut membantu anak dalam perkembangannya dan disini peran ibu yang lebih terlihat ayah Hellen dan kakanya tidak lah berperan, disini terlihat saat Hellen diruang makan ia hanya berpindah dari satu kursi-kekursi lainnya dengan tidak sopan mengambil makanan dari piring orangtuanya dan itu dibiarkan saja oleh mereka dan mereka tidak peduli akan kelakuan Hellen bahkan terus berbicara dan mengacuhkannya. Bahkan saat adiknya yang bayi jatuh dari tempat tidur bahkan mereka masih memakluminya dan tidak menentang Hellen dengan kelakuannya yang terus berlanjut. Kasih sayang yang orangtuanya pun juga tidak adil terhadap anak-anak laki-lakinya sehingga James selalu beradu pendapat dengan ayahnya sendiri setiap kali membicarakan Hellen dan bahkan James sendiri tidak suka dengan keberadaan Hellen seakan-akan semuanya hanya peduli pada Hellen.
Kedatangan Annie sebagai pengasuh Hellen menurut saya membawakan dampak yang besar bagi mereka dimana disini dapat terlihat bahwa orang tuanya terlalu membebaskan dan memajakan Hellen berbuat apapun tanpa pengontrolan dan mereka telah membiasakan kelakuan Hellen. Disini Annie mencoba mengajari Hellen kebalikan dari orangtuanya lakukan dimana ia membatasi segala kelakuan Hellen juga menyampaikan suatu hal yang benar dimana saat anak berbuat salah harusnya menerima punisment(hukuman) bukan reward (penghargaan/hadiah). Terkadang anggota keluarga dalam rumah tersebut salah dalam menenangkan Hellen dengan cara memberikan permen langsung kemulutnya. Menurut saya pelajaran yang diberikan oleh Annie kepada Hellen sangatlah tepat dimana memperkenalkan teori belajar dan behaviorpada Hellen. Kata-kata benda yang menjadi kebiasaan Annie dalam mengajari Hellen sehari-harinya dirumah dan mengajarkan kesopanan saat sarapan serta memberikan kegiatan-kegiatan lain. Orangtuanya pun harus mengerti saat Annie mencoba meminta tambahan waktu dalam mengajar Annie lebih lanjut dan harusnya orangtuanya pun mencoba untuk belajar juga menggunakan bahasa isyarat agar nantinya bisa berkomunikasi dengan Annie.

Peran Konselor:
Disini konselor meminta keluarga bercerita secara terbuka mengenai penyakit Hellen tanpa menutupinya dari konselor sehingga konselor bisa mengetahui bagaimana kondisi dari Hellen. Konselor berperan untuk memberikan wawasan atau edukasi kepada keluarga Hellen bagaimana seharusnya mereka mendidik Hellen dengan keterbatasanyang dimilikinya. Konselor juga harus bisa mengubah persepsi kakak tirinya James mengenai Hellen dan keluarganya secara positif dengan teori Rational Emotif bahwa adiknya pasti suatu saat bisa untuk ia sayangi layaknya adik dan kakak pada umumnya dengan ini konselor bisa menerapkan self kontrol pada James untuk bisa mengendalikan diri/emosi
Konselor mencoba menerapkan teori Behavior kepada Hellen dengan memberikan reward saat ia bisa diajak belajar/bermain. Konselor mencoba menemukan potensi pada diri Hellen dan mengembangkannya disini terlihat bahwa Hellen suka mengitari perumahannya dengan keingintahuan saat menyenth benda-benda disekitarnya dan ini membuktikan bahwa ia punya keingintahuan tinggi terhadap suatu barang/benda
Disini konselor mencoba memberikan pengertian kepada keluarganya bahwa Hellen butuh akan yang namanya pendidikan dari orangtuanya untuk mendidik Hellen layaknya anak-anak pada umumnya. Konselor bisa mencoba untuk membantu kedua orangtuanya untuk ikut belajar bersama dengan Hellen cara menggunakan komunikasi Hellen melalui tangan dengan begitu kedua orangtuanya tau apa yang diinginkan Hellen. Konselor mencoba mengarahkan orang-orang yang berada dirumah untuk memperlakukan Hellen seperti anaka-anak dengan tidak mendiskriminasi bisa dengan mencoba bermain dengan dia dengan peduli akan kehadiran dari Hellen disekitaran rumah

Konselor bersikap terbuka kepada keluarga selama memberikan pengobatan pada Hellen dan tidak ada pemaksaan pada Hellen saat mengajarkannya karena aturannya konselor tidak dapat memaksakan konseli/pasien/klien jika mereka tidak mau untuk di konseling tapi konselor mencoba terbuka dan sabar serta penuh kasih sayang saat menjalankan profesinya. Konselor bisa berkerja sama(referal) jika membutuhkan ahli lain seperti psikiater/psikologi dan sebagainya yang dapat membatunya jika memungkinkan untuk dibantu.

Kamis, 14 November 2019

psikologi agama dan kesehatan mental


Psikologi Agama
dan
Kesehatan mental
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
DINDA MAGHFIRAH
NURUL ASSYURA
YUNI KARDINA

DOSEN PENGAJAR : MUHAMMAD MUNIR AN-NABAWI M.Psi
MATA KULIAH : Psikologi Agama
JURUSAN : Bimbingan Konseling Islam
UNIT : II

FAKULTAS USHULUDDIN  ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MALIKUSSALEH
KOTA LHOKSEUMAWE
TAHUN AJARAN 2017/2018


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menurunkan Nabi Muhammad SAW. untuk umatnya di dunia ini sebagai petunjuk untuk menggapai kehidupan di dunia ini menuju kehidupan abadi. Shalawat beriringkan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang mana beliau telah membimbing kita dari alam jahiliyah menuju alam yang terang benderang penuh ilmu pengetahuan.
Dengan Hidayah, Rahmat dan Anugrah Allah SWT., makalah Studi psikologi agama dengan judul “Psikologi Agama dan Kesehatan Mental”  ini dapat terselesaikan. Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenaan dengan penulisan makalah ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada dosen pengajar kami Bapak Muhammad Munir An-Nabawi M.Psi  yang telah memberikan limpahan ilmu yang berguna kepada kami.
Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir. Dalam makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik yang membangun agar kami dapat lebih maju di masa yang akan datang.
Harapan kami, makalah ini dapat menjadi referensi bagi kami dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.
 
                                                                                                                               Lhokseumawe, Mei 2018

                                                                                                             Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................  i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii
Bab I : Pendahuluan
A.  Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................................. 2
Bab II : Pembahasan
A.  Psikologi Agama..................................................................................................  3
1.      Pengertian Psikologi Agama..........................................................................  3
2.      Sejarah Perkembangan Psikologi Agama......................................................   6
3.      Ruang Lingkup Psikologi Agama..................................................................  13
4.      Metode Penelitian Psikologi Agama..............................................................  14
B.  Kesehatan Mental.................................................................................................  17
1.      Pengertian Kesehatan Mental........................................................................   17
2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental................................... 18
3.      Penggolongan Kesehatan Mental.................................................................... 20
4.      Peran Pendidikan Agama Terhadap Kesehatan Mental.................................  21
5.      Ciri-ciri Mental yang Sehat............................................................................  23

Bab III : Penutup
A.  Kesimpulan...........................................................................................................  25
B.  Saran.....................................................................................................................  27

Daftar Pustaka........................................................................................................... 28


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Hubungan manusia dengan sesuatu yang dianggap adikodrati (supernatural) memang memiliki latar belakang sejarah yang sudah lama dan cukup panjang. Latar belakang ini dapat dilihat dari berbagai pernyataan para ahli yang memilili disiplin ilmu yang berbeda, termasuk para agamawan yang mendasarkan pada informasi kitab suci masing-masing
Menurut agamawan selanjutnya, bahwa memang pada batas-batas tertentu, barangkali permasalahan agama dapat dilihat sebagai fenomena yang secara empiris dapat dipelajari dan diteliti. Tetapi dibalik itu semua ada wilayah-wilayah khusus yang sama sekali tidak mungkin atau bahkan terlarang untuk dikaji secara empiris. Perbedaan pendapat yang dilatar belakangi perbedaan sudut pandang antara agamawan dan para psikologi agama ini sempat menunda munculnya psikologi agama sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Sehingga, psikologi agama sebagai cabang psikologi baru tumbuh sebagai disiplin ilmu sekitar pertangahan abad ke-20, setelah sejumlah tulisan dan buku-buku yang menjadi pendukungnya diterbitkan dan beredar.
Psikologi Agama, sebagai cabang ilmu yang tergolong masih baru ini telah memberikan konstribusi positif terhadap penelitian agama yang ada saat ini. Salah satu cara yang digunakan oleh para peneliti untuk mengetahui pengaruh agama terhadap kehidupan mereka adalah dengan ilmu Psikologi Agama.
Kesehatan fisik maupun kesehatan mental sama –sama penting diperhatikan. Tiadanya perhatian yang serius pada pemeliharaan kesehatan mental  dimasyarakat ini menjadikan hambatan tersendiri bagi kesehatan secara keseluruhan. Hanya saja karena faktor keadaan, dalam banyak hal kesehatan secara fisik lebih di kedepankan dibandingkan kesehatan mental. Mengingat  pentingnya persoalan kesehatan mental ini, banyak bidang ilmu khusus yang mempelajari persoalan perilaku manusia, berbagai bidang ilmu yang memberi porsi tersendiri  bagi studi kesehatan mental diantaranya dunia kedokteran, pendidikan, psikologi, studi agama dan kesejahteraan sosial.
Kesehatan mental seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan  faktor eksternal, yang termasuk faktor internal antara lain kepribadian kondidsi fisik, perkembangan dan kematangan kondisi psikologi, keberagaman, sikap, menghadapi problem hidup. Adapun yang termasuk faktor eksternal antara lain: keadaan ekonomi, budaya, dan kondisi lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, maupaun lingkungan pendidikan.

B.  Rumusan Masalah

Adapun masalah yang akan di bahas di dalam makalah ini ialah :
1)        Apa Pengertian Psikologi Agama ?
2)        Bagaimana Sejarah Perkembangan Psikologi Agama ?
3)        Apa saja Ruang Lingkup dari Psikologi Agama?
4)        Bagaimana Metode Penelitian dalam Psikologi Agama ?
5)        Apa Pengertian dari Kesehatan Mental  ?
6)        Apa saja Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental ?
7)        Apa saja Penggolongan dalam Kesehatan Mental ?
8)        Apa saja Peran Pendidikan Agama Terhadap Kesehatan Mental ?
9)        Apa saja Ciri-ciri Mental yang Sehat ?



BAB II
PEMBAHASAN
A.      PSIKOLOGI AGAMA
1.    Pengertian Psikologi Agama
1.1.Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa dan logos yang artinya pengetahuan. Jadi secara etimologi, psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya.
Menurut Ahmadi, Ilmu psikologi dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang serba kurang tegas, sebab ilmu ini mengalami perubahan, tumbuh, berkembang untuk mencapai kesempurnaan walaupun ilmu ini sudah merupakan cabang ilmu pengetahuan.
Kita tidak dapat mengetahui jiwa secara wajar karena sifatnya yang abstrak. Kita hanya dapat mengenal gejala-gejalanya saja. Jiwa adalah sesuatu yang tidak tampak, tidak dapat dilihat oleh panca indera kita. Begitu juga dengan hakikat jiwa, tidak seorang pun dapat mengetahuinya. Manusia dapat mengetahui jiwa seseorang dari tingkah lakunya. Jadi dari tingkah laku itulah orang dapat mengetahui jiwa seseorang. Tingkah laku itu merupakan kenyataan jiwa yang dapat kita hayati dari luar.
Psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Para ahli berbeda pendapat terhadap pengertian psikologi itu sendiri.


1.2.Pengertian Agama
Berdasarkan sudut pandang kebahasaan, agama dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa sansekerta yang artinya tidak kacau. Agama diambil dari dua akar suku kata, yaitu a yang berarti tidak dan gama yang berarti kacau. Hal itu mengandung pengertian bahwa agama adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.
Tokoh Ilmu Jiwa Agama W.H. Clark yang dikutip Rusmin Tumanggor, mengatakan bahwa tidak ada yang lebih sukar mencari kata-kata, kecuali menemukan kata-kata yang sepadan untuk membentuk definisi agama yang penuh kegaiban dan misteri serta interpretasi. Ungkapan tersebut sebagai cerminan betapa banyaknya variasi pemahaman manusia serta para ahli tentang agama. Kendati demikian, Rusmin Tumanggor pun mencoba memaparkan definisi yang sudah dipaparkan oleh para ilmuwan agama, yaitu :
a.       Cicero, sarjana Romawi abad ke-5 yang menguraikan agama = religio (bahasa Latin) berasal pula dari kata re + leg + io, yang artinya : Leg = mengamati, berkumpul bersama, mengambil atau menghitung. Maka berdasarkan arti yang tersebut, religi bermakna mengamati terus-menerus tanda dari hubungan kedewaan atau ketuhanan atau kesupernaturalan.
b.      Servitus juga sarjana Romawi mengatakan bahwa religi bukan berasal dari kata re + leg + io, melainkan dari kata re + lig + io, yang artinya : lig = mengikat. Dari arti ini, religi dipahamkan sebagai suatu hubungan yang erat antara manusia dan mahamanusia seperti dikatakannya “Religion is the relationship between human and super human”.
c.       Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama sebagai hubungan yang tetap antara diri manusia dengan yang bukan manusia yang bersifat suci dan supernatural yang berada dengan sendirinya dan mempunyai kekuasaan absolut yang disebut Tuhan.
d.      Drs. Sidi Gazalba mendefinisikan agama sebagai hubungan manusia dengan yang Mahakudus, hubungan yang menyatakan diri dalam bentuk kultus dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu.
e.       Sementara menurut Al-Quran, agama sering disebut dengan ad-din yang artinya hukum, kerajaan, kekuasaan, tuntunan, pembalasan dan kemenangan. Dan arti ini dapat disimpulkan bahwa agama adalah hukum serta i’tibar yang berisi tuntunan cara penyerahan mutlak dari hamba kepada Tuhan Yang Maha Pencipta melalui susunan pengetahuan dalam pikiran, pelahiran sikap serta gerakan tingkah laku, yang di dalamnya terakup akhlaqul karimah.
Ada beberapa ilmuwan lain yang diambil pendapatnya mengenai pengertian agama oleh Rusmin Tumanggor, namun beliau pun memberikan kesimpulan bahwa agama adalah suatu ajaran yang mengandung aturan, hukum, kaidah, historis, i’tibar serta pengetahuan tentang alam, manusia, roh, Tuhan, dan metafisika baik yang datang atau sumbernya dari manasia ataupun dari Tuhan yang dipertuhan oleh manusia tertentu atau masyarakat manusia di lingkungan yang terbatas maupun yang lebih luas.
Sementara Budhy Munawar-Rachman dalam Ensiklpedi Nurcholish Madjid, mengutip pendapat Profesor Mc. Taggart seorang ahli filsafat, Agama merupakan suatu keadaan kejiwaan, ia dapat digambarkan secara paling baik sebagai perasaan yang terletak di atas adanya keyakinan pada keserasian antara diri kita sendiri dan alam raya secara keseluruhan. Berbeda dengan Ramayulius yang mendefinisikan Agama sebagai suatu aturan yang menyangkut cara-cara bertingkah laku, berperasaan dan berkeyakinan secara khusus.

1.3.Pengertian Psikologi Agama
Menurut Dzakiah Darajat, Psikologi Agama adalah ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut cara berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.
Sedangkan menurut Ramayulius, psikologi agama ialah ilmu jiwa yang khusus mengkaji sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang dianutnya berdasarkan pendekatan psikologi. Berbeda dengan yang diungkapkan Rusmin Tumanggor mengenai pengertian psikologi agama berdasarkan pada kesimpulan yang beliau ambil dari beberapa ilmuwan, psikologi agama adalah ilmu pengetahuan yang membahas pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya sehubungan atas keyakinan terhadap ajaran agama yang dianutnya. Memang dari beberapa pendapat para ahli tampaknya ada kesamaan dengan penekanan yang berbeda, namun dalam hal ini, penulis condong terhadap apa yang disampaikan oleh Zakiah Darajat mengenai pengertian tersebut.
2.    Sejarah Perkembangan Psikologi Agama
Tidaklah mudah untuk menentukan kapan Psikologi Agama mulai dipelajari. Kita tidak bisa menemukan mengenai Psikologi Agama dalam kitab Agama manapun. Tetapi hubungan antara kejiwaan dengan agama banyak diungkap dalam kitab suci.
Dari sini tampaknya, Allah telah memberikan sinyal kepada kita bahwa nantinya akan muncul suatu disiplin ilmu yang khusus mempelajari gejala jiwa yang diakibatkan oleh pengaruh agama dalam diri seseorang.

2.1.Perkembangan Psikologi Agama di Dunia Barat
Edwin Diller Starbuck lah yang dianggap sebagai peletak dasar bagi penelitian modern dalam hal psikologi agama. Hal ini tercermin dari dalam bukunya yang berjudul The Psychology of Religion, An Empirical Study of Growth of Religions Counsciousness yang terbit tahun 1899. Walaupun sebenarnya Starbuck adalah murid dari William James, namun dalam bidang Ilmu Jiwa Agama ia telah melampaui gurunya. Atau dapat dikatakan bahwa perkembangan James karena hasil karya muridnya.
Selain itu, ilmuwan-ilmuwan yang telah ikut andil dalam perkembangan ilmu Psikologi Agama antara lain:
a.       George Albert Coe George Albert Coe menaruh perhatian banyak terhadap penelitian ilmiah dalam bidang ilmu jiwa Agama. Beliau menggunakan hipnotis dalam usahanya untuk mencari hubungan antara reaksi-reaksi agamis: dengan watak temperamen. Buku yang berjudul The Spiritual Life terbit pada tahun 1900 menjadi bukti atas karyanya. Selain itu, George Albert Coe juga membuat sebuah buku yang berjudul The Psychology of Religion.
b.      James H. Leuba Leuba termasuk seorang yang pertama-tama meneliti agama dari segi ilmu jiwa. Dia mempunyai pandangan obyektif, sehingga ia berusaha keras untuk menjauhkan ilmu Jiwa Agama dari unsur-unsur kepercayaan, yang tidak dapat dilakukan pada percobaan-percobaan ilmiah atau pemikiran logis. Leuba dalam penelitiannya menjelaskan phenomena agama dengan cara fisik, misalnya dikemukakannya persamaan antara kefanaan seorang mistik dengan orang-orang yang terkena pengaruh minuman keras. Pendapatnya pernah dimuat di dalam The Monist, vol. XI Januari 1901, dengan judul “Introduction to a Psycological Study of Religion”. Kemudian tahun 1912 diterbitkan buku dengan judul Psycology Study of Religion.
c.       G. Stanley Hall Stanley Hall juga menggunakan cara-cara yang sama dengan Leuba dalam menerangkan fakta-fakta agamis, yaitu dengan tafsiran materialistis, dimana ia telah berusaha mempelajari perasaan agama terutama mengenai peristiwa konversi pada remaja, dengan menggunakan angka dan statistik. Dalam penelitiannya terhadap remaja-remaja pada tahun 1904, ditemukannya persesuaian antara pertumbuhan jiwa agama pada tiap individu, dengan pertumbuhan emosi dan kecenderungan terhadap jenis lain. Maka umur dimana jiwa mulai terbuka untuk cinta, maka pada umur itu pula lah timbulnya perasaan-perasaan agama yang ekstrim.
d.      William James Karya beliau adalah The Varieties of Religious Experience pada tahun 1900 – 1901, William James memberikan kuliah tentang natural religion di Universitas Edinburgh. Hasil karya William James yang sangat berharga tentang Ilmu Jiwa Agama telah membangkitkan semangat pada banyak ahli-ahli jiwa untuk mengadakan penelitian-penelitian sehingga ilmu Jiwa Agama dapat berkembang dalam masa 15 tahun berikutnya. Pada tahun 1904 mulai terbit majalah : The Journal of Religious Psychology, dan The American Journal of Religious Psychology and Education yang berlangsung sampai tahun 1915. Selain itu, terbit pula buku dengan judul The Psychology of Religious Experience oleh E.S. Ames, pada tahun 1910. Emile Durkheim pun ikut andal dalam memperkaya ilmu Jiwa Agama dengan terbitnya buku dengan judul The Elementary Form of the Religious Life.
e.       George M. Stratton Pada tahun 1911 terbit buku Psychology of Religious Life yang ditulis oleh George M. Stratton. Pendapat yang dikemukakannya cukup menarik perhatian, dimana ia berpendapat bahwa sumber agama itu adalah konflik jiwa dalam diri individu.
f.       James B. Pratt Perkembangan Ilmu Jiwa Agama semakin maju, terutama dengan terbitnya buku The Religious Conciousness pada tahun 1920 oleh James B. Pratt. Kendatipun Pratt sebagai guru besar dalam ilmu filsafat, namun ia pernah mengadakan suatu riset secara empiris ilmiah dalam bidang Ilmu Jiwa Agama, ketika menjadi mahasiswa pada Universitas Harvard.
g.      Rudolf Otto Di Jerman terbit pula buku Das Heilige oleh Rudolf Otto yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris tahun 1923. Yang terpokok dalam buku tersebut adalah pengalaman-pengalaman psikologis dari pengertian tentang kesucian, yang diambilnya sebagai pokok dalam hal ini adalah sembahyang.
h.      Pierre Bovet Bovet adalah seorang rektor di Akademi “J.J. Rousseou”. Beliau telah mengadakan penelitian dan hasilnya dibukukan dengan judul Le Sentimen Religieux et la Psychologie de l’Enfant. Bovet menyimpulkan bahwa agama anak-anak tidak berbeda dari agama orang dewasa.
i.        R.H. Thouless Pada tahun 1922 Thouless kembali mempelajari Ilmu Jiwa Agama dengan cara-cara dan dasar-dasar penelitian secara filsafat yang kemudian pada tahun 1923 diterbitkannya buku dengan judul An Introduction to the Psychology of Religion. Thouless menentang pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa penelitian ilmiah akan menghilangkan keyakinan beragama; ia berpendapat sebaliknya, dimana penelitian secara ilmiah akan dapat menjadi sandaran yang kuat bagi agama. Thouless berpendapat bahwa seorang ahli jiwa, apabila ia melukiskan sesuatu yang disangkanya berjalan menurut peraturan-peraturan jiwa, ia tidak menghindari kemungkinan ditafsirkannya secara agama pada akhirnya.
j.        Sante de Sanctis Dia adalah guru besar pada Universita Roma, dimana ia mengumpulkan pendapat-pendapat lama dan yang baru, dengan menyimpulkan penelitian dan diskusi-diskusi yang telah lalu dan kemudian menjadikannya sebagai titik permulaan bagi penyelidikan yang baru. Dalam bukunya Religious Conversion dia menggunakan teori yang dikemukakan oleh Fluornoy, dan menjauhi peristiwa konversi bersama atau masyarakat seluruhnya, karena hal tersebut merupakan fakta sosial yang kompleks dan ia juga menghindari penelitian terhadap tokoh-tokoh agama seperti dilakukan oleh william James.
k.      Sigmund Freud Dalam penelitian terhadap agama, perhatian Freud banyak tertumpah kepada aspek-aspek sosial dari agama itu.
l.        Karl R. Stolz dengan bukunya The Psychology of Religious Living yang terbit tahun 1937
m.    Paul E. Johnson dengan bukunya Psychologi of Religion terbit tahun 1945.
n.      Gordon W. Allport dengan bukunya The Individual and His Religion terbit tahun 1950.
o.      Elizabert B. Harlock dengan bukunya Child Development terbit tahun 1942.
Selain ilmuwan-ilmuwan tersebut, ternyata sejak tahun lima puluhan sudah muncul gerakan Psikologi Islam. Gerakan tersebut didorong oleh tuntutan real untuk mengatasi krisis yang dihadapi umat manusia. Gerakan ini hanyalah satu bagian dari suatu gerakan menyeluruh yang berusaha menentang dan menunjukkan alternatif lain terhadap konsepsi manusia.
2.2.Perkembangan Psikologi Agama di Dunia Timur
Tampaknya, benih-benih Psikologi Agama sudah muncul di negara-negara Islam. Hal ini ditandai dengan adanya karya-karya Ilmiyah keislaman yang membahas tentang jiwa manusia kaitannya dengan Agama (Islam). Adapun ilmuwan tersebut antara lain :
a.      Ibnu Arabi Filsafat mistis Ibnu Arabi telah diuraikan butir-butir kajian kejiwaan yang tidak jauh berbeda dengan yang dikaji dalam psikologi modern. Selain itu, psikologi empiris, sifat-sifat dan fungsi-fungsi jiwa dan teori tentang mimpi yang dibahas oleh Ibnu Arabi pun dibahas oleh Sigmund Freud.
b.      Abu Hamid al-Ghazali Dalam bukunya Ihya Ulm al-Din dan al-Munqiz Minal Dhalal al-Ghazali membahas seputar pengaruh ajaran agama terhadap kehidupan keagamaan.
c.       Ibnu Sina Dalam bukunya al-Syifa, Ibnu Sina mengatakan bahwa kebahagiaan itu integral dengan akhlak. Kebahagiaan akan diperolehnya bila seseorang mampu memilih yang baik dan menyingkirkan yang tidak baik.
d.      Al-Razi Bukunya yang berjudul al-Thib al-Ruhany Al-Razi menguraikan perihal pengobatan dan penawaran kejiwaan.
e.       Dr. Abdul Mun’im Abdul Aziz al-Maligy Bukunya Tatawwur ay-Syu’ur Addiniy Inda al-Tiflwal Murahiq.
Dari para ilmuwan tersebut,, tampak bahwa ilmuwan muslim masa silam telah banyak menyinggung bahasan tentang psikologi agama dan kesehatan mental. Sayangnya kajian Timur belum mendapat perhatian yang seksama.
Menurut Ramayulis, salah satu kemungkinan keterlambatan perkembangan Psikologi Agama di Timur diakibatkan oleh sulitnya memperoleh sumber klasik setelah kejatuhan kekuasaan Islam. Satu hal lagi yang menyebabkan keterlambatan tersebut juga karena selama ini para ilmuwan Islam disibukkan dengan masalah yang menyangkut kepentingan politik dalam usaha membebaskan diri dari penjajahan ketimbang menekuni pengetahuan seperti Psikologi agama. Hal tersebut didukung dengan munculnya tulisan-tulisan dari sejumlah ilmuwan Islam setelah terbebas dari penjajahan Barat.
Contohnya pada tahun 1955, Al-Malighy telah berhasil menulis buku yang berjudul Tatawwur ay-Syu’ur Addiniy Inda al-Tifl wal Murahiq. Buku tersebut membahas tentang perkembangan rasa agama pada anak-anak dan remaja. Selain itu, Al-Malighy kembali menerbitkan bukunya yang membahas tentang Psikologi yang berjudul Al-Nurnuwu Al-Nafsy yang terbit tahun 1957. Buku selanjutnya yang muncul adalah Rub al-Din, al-Islamy karya Afif Abd al-Fatah tahun 1956 disusul karya Musthafa fahmi, At-Shihah Al-Nafsyah tahun 1963.
Dengan kata lain, Abd al-Mun’im Abd Al-Aziz al-Malighy lah yang memulai langkah awal mengkaji psikologi agama secara utuh dilihat dari karyanya.
2.3.Perkembangan Psikologi Agama di Indonesia
Di Indonesia, kajian tentang psikologi agama mulai muncul dan diminati orang bahkan telah dimasukkan dalam materi pendidikan di fakultas-fakultas di lingkungan perguruan tinggi agama.
Zakiah Daradjat tampaknya sangat tertarik mempelajari Psikologi Agama dilihat dari karya-karya ilmiyah yang sudah beliau sumbangkan. Diantara karyanya adalah 1. Ilmu Jiwa Agama, 2. Kesehatan Mental, 3. Remaja, Harapan dan Tantatangan 4. Perawatan Jiwa untuk Anak-anak, 5. Pendidikan Agama dan Kesehatan Mental. 6. Shalat Menjadikan hidup Bermakna (1988), 7. Kebahagiaan, 8. Haji Ibadah yang Unit, 9. Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental (1989), 10. Do’a Menunjang Semangat Hidup (1990), 11. Zakat Pembersih Harta dan Jiwa (1991).
Adapun Ilmuwan lain yang telah andil dalam perkembangan Ilmu Psikologi Agama di Indonesia adalah Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso dengan karyanya Psikologi Islami, Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi (1994). Disusul dengan terbitnya buku Integrasi Psikologi dengan Islam, menuju Psikologi Islami (1995).
Selain itu, Abdul Aziz Ayadi dan Ramayulius pun ikut meramaikan perkembangan Psikologi Agama dengan menerbitkan buku Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila dan Psikologi Agama. Sukanto Mulyomartono dengan karyanya Nafsiologi, Suatu pendekatan Alternatif atas Psikologi (1986), Zuardin Azzaino dengan karyanya Asas-asas Psikologi Habiyah, Sistem Mekanisme Hubungan antara Ruh dan Jasad (1990). Yahya Jaya dengan karyanya Peranan Taubat dan Maaf dalam Kesehatan mental dan Spiritualisasi Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan kesehatan Mental. Ahmad Syafe’i Mufid dengan karya yang berjudul Zikir sebagai Pembina Kesehatan Mental. Z. Kasijan yang berjudul Larangan Mendekati Zina dalam al-Qur’an Tinjauan Psikologis. Rahmat Djatmika dengan karya Shalat sebagai Pengendali Mental. Abdul Mujib yang berjudul Fitrah di Kepribadian Islam. Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir dengan judul Nuansa-nuansa Psikologis Islam begitu juga dengan karya Baharuddin yang berjudul Paradigman Psikologi Islam.
3.    Ruang Lingkup Psikologi Agama
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup pembahasannya tersendiri. Adapun ruang lingkup psikologi agama menurut Prof. Dr. H. Rusmin Tumanggor adalah:
a.       Kegiatan ibadah seseorang, meliputi ubudiyah dan muamalah.
b.      Gerakan-gerakan kemasyarakatan yang muncul dari masyarakat yang beragama.
c.       Budaya-budaya yang ada dalam masyarakat, akibat pengalaman agama.
d.      Suasana keagamaan dalam lingkungan hidup, seiring dengan kesadaran beragama yang ada dalam masyarakat.
Lebih lanjut, Prof. Dr. Zakiah Darajat menyatakan lapangan penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Oleh karena itu menurut Zakiah Darajat ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama meliputi kajian mengenai:
a.       Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega, dan tentram sehabis sembahyang, rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa atau membaca ayat-ayat suci, perasaan tenang, pasrah dan menyerah setelah berzikir dan ingat kepada Allah ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan yang bersangkutan.
b.      Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap tuhannya, misalnya rasa tentram dan kelegaan batin.
c.       Mempelajari, meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.
d.      Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
e.       Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya.

4.      Metode Penelitian Psikologi Agama
Metode yang digunakan dalam penelitian-penelitian psikologi agama adalah metode ilmiah, yakni mempelajari fakta-fakta yang berada dalam lingkungannya, dengan cara yang obyektif. Dalam meneliti ilmu jiwa agama sejumlah metode dapat digunakan antara lain:
a.      Dokumen Pribadi
Metode ini digunakan untuk mempelajari bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam keberagamaannya. Cara yang dapat ditempuh oleh peneliti adalah mengumpulkan dokumen pribadi orang per orang, baik dalam bentuk otobiografi, biografi, tulisan, ataupun catatan-catatan yang dibuatnya. Dalam Penerapanya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau teknik-teknik tertentu, di antaranya teknik nomotatik, teknik analisis nilai, teknik idiografi, teknik penilaian terhadap sikap.
b.      Kuesioner dan Wawancara
Metode kuesioner maupun wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung kepada responden. Dalam penerapannya, metode kuesioner dan wawancara dilakukan dalam berbagai bentuk, di antaranya adalah teknik pengumpulan data melalui pengumpulan pendapat masyarakat (Public Opinion Polls) dan skala penilaian (Rating Scale).
c.       Tes
Tes digunakan untuk mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu.
d.      Eksperimen
Teknik eksperimen digunakan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat.
e.       Observasi melalui Pendekatan Sosiologi dan Antropologi
Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan data sosiologi dengan mempelajari sifat-sifat manusiawi orang per orang atau kelompok.
f.       Pendekatan terhadap Perkembangan

Teknik ini digunakan untuk meneliti mengenai asal-usul dan perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungannya dengan agama yang dianutnya.
g.      Metode Klinis dan Proyektivitas
Dalam pelaksanannya, metode ini memanfaatkan cara kerja klinis. Penyembuhan dilakukan dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa dan agama
h.      Metode Umum Proyektivitas
Metode ini berupa penelitian dengan cara menyadarkan sejumlah masalah yang mengandung makna tertentu
i.        Apersepsi Nomotatik
Caranya dengan mengunakan gambar-gambar yang samar.
j.        Studi Kasus
Studi Kasus dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau lainnya untuk kasus-kasus tertentu.
k.      Survei
Metode ini biasanya digunakan dalam penelitian sosial dan dapat digunakan untuk tujuan penggolongan manusia dalam hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam masyarakat.



B.       KESEHATAN MENTAL
1.    Pengertian Kesehatan Mental
Istilah “kesehatan mental” diambil dari konsep mental hygiene. Kata “mental” diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahas latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Kesehatan mental merupakan bagian dari psikologi agama, terus berkembang dengan pesat. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental. Sedangkan yang dimaksud Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial).
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (penyebab terjadinya stres). Orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. Noto Soedirdjo, menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki kesehatan mental adalah memiliki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap Stressor berbeda-beda karena faktor genetik, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.
Zakiah Dradjat mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian:
a.       Terhindarnya seseorang dari gejala jiwa (neurose) dan gejala penyakit jiwa (psychose)
b.      Adanya kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain, masyarakat atau lingkungannya
c.       Pengetahuan dan perbuatan seseorang untuk mengembangkan potensi bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin sehingga menyebabkan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
d.      Terwujudnya keharmonisan dalam fungsi jiwa serta terciptanya kemampuan untuk menghadapi permasalahan sehari-hari sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan hati.

Jadi kesehatan mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis yang dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga sehat baik secara mental maupun secara sosial
2.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental
2.1.    Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu, pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya.
2.2.    Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya. Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor eksternal yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.
Selanjutnya selain kedua faktor tersebut yang dapat mempengaruhi kesehatan mental, juga dapat dipengaruhi oleh aspek psikis manusia. Aspek psikis manusia pada dasarnya merupakan satu kesatuan dengan sistem biologis, sebagai sub sistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis selalu berinteraksi dengan keseluruhan aspek kemanusiaan. Karena itulah aspek psikis tidak dapat dipisahkan untuk melihat jiwa manusia.
Ada beberapa aspek psikis yang turut berpengaruh terhadap kesehatan mental, antara lain:
a.      Pengalaman Awal
Pengalaman awal merupakan segenap pengalaman-pengalaman yang terjadi pada individu terutama yang terjadi di masa lalunya. Pengalaman awal ini adalah merupakan bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari.

b.      Kebutuhan
Pemenuhan kebutuhan dapat meningkatkan kesehatan mental seseorang. Orang yang telah mencapai kebutuhan aktualisasi yaitu orang yang mengeksploitasi segenap kemampuan bakat, ketrampilannya sepenuhnya, akan mencapai tingkatan apa yang disebut dengan tingkatan pengalaman puncak.
Dalam berbagai penelitian ditemukan bahwa orang-orang yang mengalami gangguan mental, disebabkan oleh ketidakmampuan individu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kebutuhan yang dimaksud di sini adalah kebutuhan dasar yang tersusun secara hirarki. Kebutuhan biologis, kebutuhan rasa aman, meliputi kebutuhan dicintai, kebutuhan harga diri, pengetahuan, keindahan dan kebutuhan aktualisasi diri.
3.    Penggolongan Kesehatan Mental

3.1.   Gangguan Somatofarm Gejalanya bersifat fisik, tetapi tidak terdapat dasar organik dan faktor-faktor psikologis.
3.2.   Gangguan Disosiatif Perubahan sementara fungsi-fungsi kesadaran, ingatan, atau identitas yang disebabkan oleh masalah emosional.
3.3.   Gangguan Psikoseksual Termasuk masalah identitas seksual (impotent, ejakulasi, pramatang, frigiditas) dan tujuan seksual.
3.4.   Kondisi yang Tidak dicantumkan Sebagai Gangguan Jiwa Mencakup banyak masalah yang dihadapi orang-orang yang membutuhkan pertolongan seperti perkawinan, kesulitan orang tua, perlakuan kejam pada anak.
3.5.   Gangguan Kepribadian Pola prilaku maladaptik yang sudah menahun yang merupakan cara-cara yang tidak dewasa dan tidak tepat dalam mengatasi stres atau pemecahan masalah.
3.6.   Gangguan yang Terlihat Sejak Bayi, Masa Kanak-Kanak atau Remaja Meliputi keterbelakangan mental, hiperaktif, emosi pada kanak-kanak, gangguan dalam hal makan.
3.7.   Gangguan Jiwa Organik Terdapat gejala psikologis langsung terkait dengan luka pada otak atau keabnormalan lingkungan biokimianya sebagai akibat dari usia tua dan lain-lain.
3.8.   Gangguan Penggunaan Zat-Zat Penggunaan alkohol berlebihan, obat bius, anfetamin, kokain, dan obat-obatan yang mengubah prilaku
3.9.   Gangguan Skisofrenik Serangkaian gangguan yang dilandasi dengan hilangnya kontak dengan realitas, sehingga pikiran, persepsi, dan prilaku kacau dan aneh.
3.10.   Gangguan Paranoid Gangguan yang ditandai dengan kecurigaan dan sifat permusuhan yang berlebihan disertai perasaan yang dikejar-kejar.
3.11.   Gangguan Afektif Gangguan suasana hati (mood) yang normal, penderita mungkin mengalami depresi yang berat, gembira yang abnormal, atau berganti antara saat gembira dan depresi.
3.12.   Gangguan Kecemasan Gangguan dimana rasa cemas merupakan gejala utama atau rasa cemas dialami bila individu tidak menghindari situasi-situasi tertentu yang ditakuti.

4.    Peranan Pendidikan Agama Terhadap Kesehatan Mental
Ada beberapa peranan pendidikan agama dalam kesehatan mental, antara lain:
4.1.   Dengan Agama, dapat Memberikan Bimbingan dalam Hidup
Ajaran agama yang di tanamkan sejak kecil kepada anak-anak dapat membentuk kepribadian yang islami. Anak akan mampu mengendalikan keiginan-keiginan dan terbentuk sesuatu kepribadian yang harmonis maka ia mampu menghadapi dorongan yang bersifat fisik dan rohani/sosial, sehingga ia dapat bersikap wajar, tenang, dan tidak melanggar hukum dan peraturan masyarakat.
4.2.   Ajaran Agama sebagai Penolong dalam Kesukaran Hidup
Setiap orang pasti pernah merasakan kekecewaan, sehingga bila ia tidak berpegang teguh pada ajaran agama, dia akan memiliki perasaan rendah diri, apatis, pesimis, dan merasakan kegelisahan. Bagi orang yang berpengang teguh pada agama, bila mengalami kekecewaan ia tidak akan merasa putus asa. Tetapi, ia menghadapinya dengan tenang dan tabah. Ia segera mengingat Tuhan, sehingga ia dapat menemukan faktor-faktor yang menyebabkan kekecewaan. Dengan demikian, ia terhindar dari gangguan jiwa.
4.3.   Aturan Agama dapat Menentramkan Batin
Agama dapat memberi jalan penenang hati bagi jiwa yang sedang gelisah. Banyak orang yang tidak menjalankan perintah agama, selalu merasa gelisah dalam hidupnya. Tetapi, setelah menjalankan agama ia mendapat ketenangan hati. Seseorang yang telah mendapat kesuksesan terkadang melupakan agama. Ia terhanyut dalam harta yang berlimpah. Bahkan ia berusaha terus mencari harta yang dapat membuat dirinya bahagia. Namun, jauh dalam lubuk hatinya, ia merasa hampa. Hatinya gersang dan tidak pernah tentram. Kemudian ia merenungkan diri merasa hartanya tidak dapat memberinya ketenangan batin.
4.4.   Ajaran Agama sebagai Pengendali Moral
Moral adalah kelakuan yang sangat sesuai dengan nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan tersebut).
4.5.   Agama dapat Menjadi Terapi Jiwa
Agama dapat membendung dan menghindarkan gangguan jiwa. Sikap, perasaan, dan kelakuan yang menyebabkan kegelisahan akan dapat diatasi bila manusia menyesali perbuatannya dan memohon sehingga tercapailah kerukunan hidup dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
4.6.   Peranan Agama bagi Pembinaan Mental
Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama moral dan sosial (lingkungan) yang di perolehnya. Jika di masa kecil mereka memperoleh pemahaman mengenai nilai-nilai agama, maka kepribadian mereka akan mempunyai unsur-unsur yang baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai-nilai sosial dan moral sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan perkembangan masyarakat. Imam akan sifat-sifat Tuhan Maha Kuasa dan Maha Pelindung sangat diperlukan oleh setiap manusia. Karena setiap orang memerlukan rasa aman dan tidak terancam oleh bahaya, musuh, mala petaka dan berbagai gangguan terhadap keselamatan dirinya.
5.    Ciri-ciri Mental yang Sehat
Untuk memahami jiwa yang sehat dapat diketahui dari berapa ciri seseorang yang memiliki mental yang sehat. Dari Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun 1959 memberikan batasan  mental yang sehat adalah sebagai berikut:
a.       Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyatan itu buruk baginya
b.      Memperoleh kepuasan dan hasil jerih payah usahanya
c.       Merasa lebih puas memberi dari pada menerima
d.      Secara relative bebas dari rasa tegang dan cemas
e.       Berhubungan dengan orang lain tolong menolong dan saling memuaskan
f.       Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari
g.      Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyeleseian yang kreatif dan konstruktif
h.      Mempunyai rasa kasih sayang yang benar.
Kriteria tersebut disempurnakan dengan menambah satu elemen spiritual (agama). Sehingga kesehatan mental ini bukan sehat dari segi fisik, psikologis, dan sosial saja melainkan juga sehat dalam arti spiritual. Dan tidak kalah pentingnya dalam memahami prinsip-prinsip kesehatan mental, yang dimaksud prinsip-prinsip kesehatan mental adalah dasar yang harus ditegakkan orang dalam dirinya untuk mendapatkan kesehatan mental yang baik serta terhindar dari gangguan kejiwaan. Prinsip-prinsip tersebut  adalah:
a.       Mempunyai self image (gambaran diri) dan sikap terhadap  diri sendiri yang positif
b.      Memiliki interaksi diri atau keseimbangan fungsi-fungsi jiwa dalam menghadapi problem hidup  termasuk stress
c.       Mampu mengaktualisasikan secara optimal, guna berproses  mencapai kematangan
d.      Mampu bersosialisasi dan menerima kehadiran orang lain
e.       Menemukan minat dan kepuasan  atas pekerjaan yang dilakukan
f.       Memiliki falsafah atau agama yang dapat memberikan makna dan tujuan bagi hidupnya



BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Menurut Dzakiah Darajat, Psikologi Agama adalah ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut cara berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.
Sedangkan menurut Ramayulius, psikologi agama ialah ilmu jiwa yang khusus mengkaji sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang dianutnya berdasarkan pendekatan psikologi. Berbeda dengan yang diungkapkan Rusmin Tumanggor mengenai pengertian psikologi agama berdasarkan pada kesimpulan yang beliau ambil dari beberapa ilmuwan, psikologi agama adalah ilmu pengetahuan yang membahas pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya sehubungan atas keyakinan terhadap ajaran agama yang dianutnya. Memang dari beberapa pendapat para ahli tampaknya ada kesamaan dengan penekanan yang berbeda, namun dalam hal ini, penulis condong terhadap apa yang disampaikan oleh Zakiah Darajat mengenai pengertian tersebut.
Adapun ruang lingkup psikologi agama menurut Prof. Dr. H. Rusmin Tumanggor adalah:
e.       Kegiatan ibadah seseorang, meliputi ubudiyah dan muamalah.
f.       Gerakan-gerakan kemasyarakatan yang muncul dari masyarakat yang beragama.
g.      Budaya-budaya yang ada dalam masyarakat, akibat pengalaman agama.
Suasana keagamaan dalam lingkungan hidup, seiring dengan kesadaran beragama yang ada dalam masyarakat.
Istilah “kesehatan mental” diambil dari konsep mental hygiene. Kata “mental” diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahas latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Kesehatan mental merupakan bagian dari psikologi agama, terus berkembang dengan pesat. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental. Sedangkan yang dimaksud Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial).
Zakiah Dradjat mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian:
e.       Terhindarnya seseorang dari gejala jiwa (neurose) dan gejala penyakit jiwa (psychose)
f.       Adanya kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain, masyarakat atau lingkungannya
g.      Pengetahuan dan perbuatan seseorang untuk mengembangkan potensi bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin sehingga menyebabkan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
h.      Terwujudnya keharmonisan dalam fungsi jiwa serta terciptanya kemampuan untuk menghadapi permasalahan sehari-hari sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan hati.




B.       SARAN

Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran  dari teman-teman maupun rekan-rekan sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Demikian dan terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta : Rineka Cipta, 2009 Cet. V hal. 1
Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si. Sosiologi Agama, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, Cet. II, 2002. Hal. 13
 Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A., Ilmu Jiwa Agama, The Psychology of Religion, Jakarta : Kencana prenadamedia Group. Cet. I, 2014. Hal. 1-2
Budy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jakarta : Mizan, cet. I, 2006, Jilid I. hal 478
Prof. Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta : Kalam Mulia, cet. Kesepuluh, 2002. Hal. 5
Ibid, Hal. 6
Ibid, Hal. 10
Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 2010 cet. 17. hal. 18-32
Dr. Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Quran, Jakarta : Paramadina, 2000, cet. I, Hal. 264