Psikologi
Agama
dan
Kesehatan
mental
DI
SUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
DINDA
MAGHFIRAH
NURUL
ASSYURA
YUNI
KARDINA
DOSEN
PENGAJAR : MUHAMMAD MUNIR AN-NABAWI M.Psi
MATA
KULIAH : Psikologi
Agama
JURUSAN
: Bimbingan
Konseling Islam
UNIT
: II
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MALIKUSSALEH
KOTA LHOKSEUMAWE
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menurunkan
Nabi Muhammad SAW. untuk umatnya di dunia ini sebagai petunjuk untuk menggapai kehidupan di
dunia ini menuju kehidupan abadi. Shalawat beriringkan salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang mana beliau telah membimbing
kita dari alam jahiliyah menuju alam yang terang benderang penuh ilmu
pengetahuan.
Dengan Hidayah, Rahmat dan Anugrah Allah
SWT., makalah Studi psikologi agama dengan judul “Psikologi Agama dan Kesehatan
Mental” ini dapat terselesaikan. Dalam penulisan makalah ini kami
menemui berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami
mengenai hal yang berkenaan dengan penulisan makalah ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima
kasih kepada dosen pengajar kami Bapak Muhammad Munir
An-Nabawi M.Psi yang telah memberikan
limpahan ilmu yang berguna kepada kami.
Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir.
Dalam makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi kami yakin
makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran
dan juga kritik yang membangun agar kami dapat lebih maju di masa yang akan
datang.
Harapan kami, makalah ini dapat menjadi referensi bagi
kami dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini dapat
berguna bagi orang lain yang membacanya.
Lhokseumawe,
Mei 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar
Isi.................................................................................................................... ii
Bab
I : Pendahuluan
A. Latar
Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah................................................................................................. 2
Bab
II : Pembahasan
A.
Psikologi
Agama.................................................................................................. 3
1.
Pengertian Psikologi
Agama.......................................................................... 3
2.
Sejarah Perkembangan
Psikologi Agama...................................................... 6
3.
Ruang Lingkup Psikologi
Agama.................................................................. 13
4.
Metode Penelitian
Psikologi Agama.............................................................. 14
B.
Kesehatan
Mental................................................................................................. 17
1.
Pengertian Kesehatan
Mental........................................................................ 17
2.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kesehatan Mental................................... 18
3.
Penggolongan Kesehatan
Mental.................................................................... 20
4.
Peran Pendidikan Agama
Terhadap Kesehatan Mental................................. 21
5.
Ciri-ciri Mental yang
Sehat............................................................................ 23
Bab
III : Penutup
A. Kesimpulan........................................................................................................... 25
B. Saran..................................................................................................................... 27
Daftar
Pustaka........................................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan manusia dengan sesuatu yang dianggap
adikodrati (supernatural) memang memiliki latar belakang sejarah yang sudah
lama dan cukup panjang. Latar belakang ini dapat dilihat dari berbagai
pernyataan para ahli yang memilili disiplin ilmu yang berbeda, termasuk para
agamawan yang mendasarkan pada informasi kitab suci masing-masing
Menurut agamawan selanjutnya, bahwa memang pada
batas-batas tertentu, barangkali permasalahan agama dapat dilihat sebagai
fenomena yang secara empiris dapat dipelajari dan diteliti. Tetapi dibalik itu
semua ada wilayah-wilayah khusus yang sama sekali tidak mungkin atau bahkan
terlarang untuk dikaji secara empiris. Perbedaan pendapat yang dilatar
belakangi perbedaan sudut pandang antara agamawan dan para psikologi agama ini
sempat menunda munculnya psikologi agama sebagai disiplin ilmu yang berdiri
sendiri. Sehingga, psikologi agama sebagai cabang psikologi baru tumbuh sebagai
disiplin ilmu sekitar pertangahan abad ke-20, setelah sejumlah tulisan dan
buku-buku yang menjadi pendukungnya diterbitkan dan beredar.
Psikologi
Agama, sebagai cabang ilmu yang tergolong masih baru ini telah memberikan
konstribusi positif terhadap penelitian agama yang ada saat ini. Salah satu
cara yang digunakan oleh para peneliti untuk mengetahui pengaruh agama terhadap
kehidupan mereka adalah dengan ilmu Psikologi Agama.
Kesehatan fisik maupun kesehatan
mental sama –sama penting diperhatikan. Tiadanya perhatian yang serius pada
pemeliharaan kesehatan mental dimasyarakat ini menjadikan hambatan
tersendiri bagi kesehatan secara keseluruhan. Hanya saja karena faktor keadaan,
dalam banyak hal kesehatan secara fisik lebih di kedepankan dibandingkan
kesehatan mental. Mengingat pentingnya persoalan kesehatan mental ini,
banyak bidang ilmu khusus yang mempelajari persoalan perilaku manusia, berbagai
bidang ilmu yang memberi porsi tersendiri bagi studi kesehatan mental
diantaranya dunia kedokteran, pendidikan, psikologi, studi agama dan
kesejahteraan sosial.
Kesehatan mental seseorang
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal,
yang termasuk faktor internal antara lain kepribadian kondidsi fisik,
perkembangan dan kematangan kondisi psikologi, keberagaman, sikap, menghadapi
problem hidup. Adapun yang termasuk faktor eksternal antara lain: keadaan
ekonomi, budaya, dan kondisi lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat,
maupaun lingkungan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan di bahas di dalam makalah ini
ialah :
1)
Apa Pengertian Psikologi Agama ?
2)
Bagaimana Sejarah Perkembangan
Psikologi Agama ?
3)
Apa saja Ruang Lingkup dari
Psikologi Agama?
4)
Bagaimana Metode Penelitian dalam
Psikologi Agama ?
5)
Apa Pengertian dari Kesehatan
Mental ?
6)
Apa saja Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kesehatan Mental ?
7)
Apa saja Penggolongan dalam
Kesehatan Mental ?
8)
Apa saja Peran Pendidikan Agama
Terhadap Kesehatan Mental ?
9)
Apa saja Ciri-ciri Mental yang Sehat
?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PSIKOLOGI AGAMA
1. Pengertian Psikologi
Agama
1.1.Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa
dan logos yang artinya pengetahuan. Jadi secara etimologi,
psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam
gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya.
Menurut Ahmadi, Ilmu psikologi dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan
yang serba kurang tegas, sebab ilmu ini mengalami perubahan, tumbuh, berkembang
untuk mencapai kesempurnaan walaupun ilmu ini sudah merupakan cabang ilmu
pengetahuan.
Kita tidak dapat mengetahui jiwa secara wajar karena sifatnya yang
abstrak. Kita hanya dapat mengenal gejala-gejalanya saja. Jiwa adalah sesuatu
yang tidak tampak, tidak dapat dilihat oleh panca indera kita. Begitu juga
dengan hakikat jiwa, tidak seorang pun dapat mengetahuinya. Manusia dapat
mengetahui jiwa seseorang dari tingkah lakunya. Jadi dari tingkah laku itulah
orang dapat mengetahui jiwa seseorang. Tingkah laku itu merupakan kenyataan
jiwa yang dapat kita hayati dari luar.
Psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Para
ahli berbeda pendapat terhadap pengertian psikologi itu sendiri.
1.2.Pengertian Agama
Berdasarkan sudut pandang kebahasaan, agama dianggap sebagai kata yang
berasal dari bahasa sansekerta yang artinya tidak kacau. Agama diambil dari dua
akar suku kata, yaitu a yang berarti tidak dan gama yang berarti
kacau. Hal itu mengandung pengertian bahwa agama adalah suatu peraturan yang
mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.
Tokoh Ilmu Jiwa Agama W.H. Clark yang dikutip Rusmin Tumanggor,
mengatakan bahwa tidak ada yang lebih sukar mencari kata-kata, kecuali
menemukan kata-kata yang sepadan untuk membentuk definisi agama yang penuh
kegaiban dan misteri serta interpretasi. Ungkapan tersebut sebagai cerminan
betapa banyaknya variasi pemahaman manusia serta para ahli tentang agama.
Kendati demikian, Rusmin Tumanggor pun mencoba memaparkan definisi yang sudah
dipaparkan oleh para ilmuwan agama, yaitu :
a.
Cicero, sarjana Romawi abad ke-5 yang
menguraikan agama = religio (bahasa Latin) berasal pula dari kata re
+ leg + io, yang artinya : Leg = mengamati, berkumpul bersama,
mengambil atau menghitung. Maka berdasarkan arti yang tersebut, religi bermakna
mengamati terus-menerus tanda dari hubungan kedewaan atau ketuhanan atau
kesupernaturalan.
b.
Servitus juga sarjana Romawi mengatakan bahwa
religi bukan berasal dari kata re + leg + io, melainkan
dari kata re + lig + io, yang artinya : lig =
mengikat. Dari arti ini, religi dipahamkan sebagai suatu hubungan yang erat
antara manusia dan mahamanusia seperti dikatakannya “Religion is the
relationship between human and super human”.
c.
Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama sebagai
hubungan yang tetap antara diri manusia dengan yang bukan manusia yang bersifat
suci dan supernatural yang berada dengan sendirinya dan mempunyai kekuasaan
absolut yang disebut Tuhan.
d.
Drs. Sidi Gazalba mendefinisikan agama sebagai
hubungan manusia dengan yang Mahakudus, hubungan yang menyatakan diri dalam
bentuk kultus dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu.
e.
Sementara menurut Al-Quran, agama sering disebut dengan ad-din
yang artinya hukum, kerajaan, kekuasaan, tuntunan, pembalasan dan kemenangan.
Dan arti ini dapat disimpulkan bahwa agama adalah hukum serta i’tibar
yang berisi tuntunan cara penyerahan mutlak dari hamba kepada Tuhan Yang Maha
Pencipta melalui susunan pengetahuan dalam pikiran, pelahiran sikap serta
gerakan tingkah laku, yang di dalamnya terakup akhlaqul karimah.
Ada beberapa ilmuwan lain yang diambil pendapatnya mengenai pengertian
agama oleh Rusmin Tumanggor, namun beliau pun memberikan kesimpulan bahwa agama
adalah suatu ajaran yang mengandung aturan, hukum, kaidah, historis, i’tibar
serta pengetahuan tentang alam, manusia, roh, Tuhan, dan metafisika baik yang
datang atau sumbernya dari manasia ataupun dari Tuhan yang dipertuhan oleh
manusia tertentu atau masyarakat manusia di lingkungan yang terbatas maupun
yang lebih luas.
Sementara Budhy Munawar-Rachman dalam Ensiklpedi Nurcholish Madjid,
mengutip pendapat Profesor Mc. Taggart seorang ahli filsafat, Agama merupakan
suatu keadaan kejiwaan, ia dapat digambarkan secara paling baik sebagai
perasaan yang terletak di atas adanya keyakinan pada keserasian antara diri
kita sendiri dan alam raya secara keseluruhan. Berbeda dengan Ramayulius yang
mendefinisikan Agama sebagai suatu aturan yang menyangkut cara-cara bertingkah
laku, berperasaan dan berkeyakinan secara khusus.
1.3.Pengertian Psikologi Agama
Menurut Dzakiah Darajat, Psikologi Agama adalah ilmu yang meneliti
pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang
bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut cara berpikir, bersikap, bereaksi,
dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena
keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.
Sedangkan menurut Ramayulius, psikologi agama ialah ilmu jiwa yang
khusus mengkaji sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan
yang dianutnya berdasarkan pendekatan psikologi. Berbeda dengan yang
diungkapkan Rusmin Tumanggor mengenai pengertian psikologi agama berdasarkan
pada kesimpulan yang beliau ambil dari beberapa ilmuwan, psikologi agama adalah
ilmu pengetahuan yang membahas pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang ketika
berinteraksi dengan lingkungannya sehubungan atas keyakinan terhadap ajaran
agama yang dianutnya. Memang dari beberapa pendapat para ahli tampaknya ada
kesamaan dengan penekanan yang berbeda, namun dalam hal ini, penulis condong
terhadap apa yang disampaikan oleh Zakiah Darajat mengenai pengertian tersebut.
2.
Sejarah
Perkembangan Psikologi Agama
Tidaklah mudah untuk menentukan kapan Psikologi Agama mulai dipelajari.
Kita tidak bisa menemukan mengenai Psikologi Agama dalam kitab Agama manapun.
Tetapi hubungan antara kejiwaan dengan agama banyak diungkap dalam kitab suci.
Dari sini tampaknya, Allah telah memberikan sinyal kepada kita bahwa
nantinya akan muncul suatu disiplin ilmu yang khusus mempelajari gejala jiwa
yang diakibatkan oleh pengaruh agama dalam diri seseorang.
2.1.Perkembangan Psikologi
Agama di Dunia Barat
Edwin Diller Starbuck lah yang dianggap sebagai peletak dasar bagi
penelitian modern dalam hal psikologi agama. Hal ini tercermin dari dalam
bukunya yang berjudul The Psychology of Religion, An Empirical Study of
Growth of Religions Counsciousness yang terbit tahun 1899. Walaupun
sebenarnya Starbuck adalah murid dari William James, namun dalam bidang Ilmu
Jiwa Agama ia telah melampaui gurunya. Atau dapat dikatakan bahwa perkembangan
James karena hasil karya muridnya.
Selain itu, ilmuwan-ilmuwan yang telah ikut andil dalam perkembangan
ilmu Psikologi Agama antara lain:
a.
George Albert Coe George Albert Coe menaruh perhatian banyak terhadap penelitian ilmiah
dalam bidang ilmu jiwa Agama. Beliau menggunakan hipnotis dalam usahanya untuk
mencari hubungan antara reaksi-reaksi agamis: dengan watak temperamen. Buku
yang berjudul The Spiritual Life terbit pada tahun 1900 menjadi bukti
atas karyanya. Selain itu, George Albert Coe juga membuat sebuah buku yang
berjudul The Psychology of Religion.
b.
James H. Leuba Leuba termasuk seorang yang pertama-tama meneliti agama dari segi ilmu
jiwa. Dia mempunyai pandangan obyektif, sehingga ia berusaha keras untuk
menjauhkan ilmu Jiwa Agama dari unsur-unsur kepercayaan, yang tidak dapat
dilakukan pada percobaan-percobaan ilmiah atau pemikiran logis. Leuba dalam
penelitiannya menjelaskan phenomena agama dengan cara fisik, misalnya
dikemukakannya persamaan antara kefanaan seorang mistik dengan orang-orang yang
terkena pengaruh minuman keras. Pendapatnya pernah dimuat di dalam The
Monist, vol. XI Januari 1901, dengan judul “Introduction to a
Psycological Study of Religion”. Kemudian tahun 1912 diterbitkan buku
dengan judul Psycology Study of Religion.
c.
G. Stanley Hall Stanley Hall juga menggunakan cara-cara yang sama dengan Leuba dalam
menerangkan fakta-fakta agamis, yaitu dengan tafsiran materialistis, dimana ia
telah berusaha mempelajari perasaan agama terutama mengenai peristiwa konversi
pada remaja, dengan menggunakan angka dan statistik. Dalam penelitiannya
terhadap remaja-remaja pada tahun 1904, ditemukannya persesuaian antara
pertumbuhan jiwa agama pada tiap individu, dengan pertumbuhan emosi dan
kecenderungan terhadap jenis lain. Maka umur dimana jiwa mulai terbuka untuk
cinta, maka pada umur itu pula lah timbulnya perasaan-perasaan agama yang
ekstrim.
d.
William James Karya beliau adalah The Varieties of Religious Experience pada
tahun 1900 – 1901, William James memberikan kuliah tentang natural religion di
Universitas Edinburgh. Hasil karya William James yang sangat berharga tentang
Ilmu Jiwa Agama telah membangkitkan semangat pada banyak ahli-ahli jiwa untuk
mengadakan penelitian-penelitian sehingga ilmu Jiwa Agama dapat berkembang
dalam masa 15 tahun berikutnya. Pada tahun 1904 mulai terbit majalah : The
Journal of Religious Psychology, dan The American Journal of Religious
Psychology and Education yang berlangsung sampai tahun 1915. Selain itu,
terbit pula buku dengan judul The Psychology of Religious Experience
oleh E.S. Ames, pada tahun 1910. Emile Durkheim pun ikut andal dalam memperkaya
ilmu Jiwa Agama dengan terbitnya buku dengan judul The Elementary Form of
the Religious Life.
e.
George M. Stratton Pada tahun 1911 terbit buku Psychology of Religious Life yang
ditulis oleh George M. Stratton. Pendapat yang dikemukakannya cukup menarik
perhatian, dimana ia berpendapat bahwa sumber agama itu adalah konflik jiwa
dalam diri individu.
f.
James B. Pratt Perkembangan Ilmu Jiwa Agama semakin maju, terutama dengan terbitnya
buku The Religious Conciousness pada tahun 1920 oleh James B. Pratt.
Kendatipun Pratt sebagai guru besar dalam ilmu filsafat, namun ia pernah
mengadakan suatu riset secara empiris ilmiah dalam bidang Ilmu Jiwa Agama,
ketika menjadi mahasiswa pada Universitas Harvard.
g.
Rudolf Otto Di Jerman terbit pula buku Das Heilige oleh Rudolf Otto yang
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris tahun 1923. Yang terpokok dalam
buku tersebut adalah pengalaman-pengalaman psikologis dari pengertian tentang
kesucian, yang diambilnya sebagai pokok dalam hal ini adalah sembahyang.
h.
Pierre Bovet Bovet adalah seorang rektor di Akademi “J.J. Rousseou”. Beliau telah
mengadakan penelitian dan hasilnya dibukukan dengan judul Le Sentimen
Religieux et la Psychologie de l’Enfant. Bovet menyimpulkan bahwa agama
anak-anak tidak berbeda dari agama orang dewasa.
i.
R.H. Thouless Pada tahun 1922 Thouless kembali mempelajari Ilmu Jiwa Agama dengan
cara-cara dan dasar-dasar penelitian secara filsafat yang kemudian pada tahun
1923 diterbitkannya buku dengan judul An Introduction to the Psychology of
Religion. Thouless menentang pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa
penelitian ilmiah akan menghilangkan keyakinan beragama; ia berpendapat
sebaliknya, dimana penelitian secara ilmiah akan dapat menjadi sandaran yang
kuat bagi agama. Thouless berpendapat bahwa seorang ahli jiwa, apabila ia
melukiskan sesuatu yang disangkanya berjalan menurut peraturan-peraturan jiwa,
ia tidak menghindari kemungkinan ditafsirkannya secara agama pada akhirnya.
j.
Sante de Sanctis Dia adalah guru besar pada Universita Roma, dimana ia mengumpulkan
pendapat-pendapat lama dan yang baru, dengan menyimpulkan penelitian dan
diskusi-diskusi yang telah lalu dan kemudian menjadikannya sebagai titik
permulaan bagi penyelidikan yang baru. Dalam bukunya Religious Conversion
dia menggunakan teori yang dikemukakan oleh Fluornoy, dan menjauhi peristiwa
konversi bersama atau masyarakat seluruhnya, karena hal tersebut merupakan
fakta sosial yang kompleks dan ia juga menghindari penelitian terhadap
tokoh-tokoh agama seperti dilakukan oleh william James.
k.
Sigmund Freud Dalam penelitian terhadap agama, perhatian Freud banyak tertumpah
kepada aspek-aspek sosial dari agama itu.
l.
Karl R. Stolz dengan bukunya The Psychology of Religious Living yang terbit
tahun 1937
m.
Paul E. Johnson dengan bukunya Psychologi of Religion terbit tahun 1945.
n.
Gordon W. Allport dengan bukunya The Individual and His Religion terbit tahun
1950.
o.
Elizabert B. Harlock dengan bukunya Child Development terbit tahun 1942.
Selain ilmuwan-ilmuwan tersebut, ternyata sejak tahun lima
puluhan sudah muncul gerakan Psikologi Islam. Gerakan tersebut didorong oleh
tuntutan real untuk mengatasi krisis yang dihadapi umat manusia. Gerakan ini
hanyalah satu bagian dari suatu gerakan menyeluruh yang berusaha menentang dan
menunjukkan alternatif lain terhadap konsepsi manusia.
2.2.Perkembangan Psikologi
Agama di Dunia Timur
Tampaknya, benih-benih Psikologi Agama
sudah muncul di negara-negara Islam. Hal ini ditandai dengan adanya karya-karya
Ilmiyah keislaman yang membahas tentang jiwa manusia kaitannya dengan Agama
(Islam). Adapun ilmuwan tersebut antara lain :
a.
Ibnu Arabi Filsafat mistis Ibnu Arabi telah diuraikan butir-butir kajian kejiwaan
yang tidak jauh berbeda dengan yang dikaji dalam psikologi modern. Selain itu,
psikologi empiris, sifat-sifat dan fungsi-fungsi jiwa dan teori tentang mimpi
yang dibahas oleh Ibnu Arabi pun dibahas oleh Sigmund Freud.
b.
Abu Hamid al-Ghazali Dalam bukunya Ihya Ulm al-Din dan al-Munqiz Minal Dhalal
al-Ghazali membahas seputar pengaruh ajaran agama terhadap kehidupan keagamaan.
c.
Ibnu Sina Dalam bukunya al-Syifa, Ibnu Sina mengatakan bahwa kebahagiaan
itu integral dengan akhlak. Kebahagiaan akan diperolehnya bila seseorang mampu
memilih yang baik dan menyingkirkan yang tidak baik.
d.
Al-Razi Bukunya yang berjudul al-Thib al-Ruhany Al-Razi menguraikan
perihal pengobatan dan penawaran kejiwaan.
e.
Dr. Abdul Mun’im Abdul Aziz
al-Maligy Bukunya Tatawwur ay-Syu’ur Addiniy Inda
al-Tiflwal Murahiq.
Dari para ilmuwan tersebut,, tampak bahwa ilmuwan muslim masa silam
telah banyak menyinggung bahasan tentang psikologi agama dan kesehatan mental.
Sayangnya kajian Timur belum mendapat perhatian yang seksama.
Menurut Ramayulis, salah satu kemungkinan keterlambatan perkembangan
Psikologi Agama di Timur diakibatkan oleh sulitnya memperoleh sumber klasik
setelah kejatuhan kekuasaan Islam. Satu hal lagi yang menyebabkan keterlambatan
tersebut juga karena selama ini para ilmuwan Islam disibukkan dengan masalah
yang menyangkut kepentingan politik dalam usaha membebaskan diri dari
penjajahan ketimbang menekuni pengetahuan seperti Psikologi agama. Hal tersebut
didukung dengan munculnya tulisan-tulisan dari sejumlah ilmuwan Islam setelah
terbebas dari penjajahan Barat.
Contohnya pada tahun 1955, Al-Malighy telah berhasil menulis buku yang
berjudul Tatawwur ay-Syu’ur Addiniy Inda al-Tifl wal Murahiq. Buku
tersebut membahas tentang perkembangan rasa agama pada anak-anak dan remaja.
Selain itu, Al-Malighy kembali menerbitkan bukunya yang membahas tentang
Psikologi yang berjudul Al-Nurnuwu Al-Nafsy yang terbit tahun 1957. Buku
selanjutnya yang muncul adalah Rub al-Din, al-Islamy karya Afif Abd
al-Fatah tahun 1956 disusul karya Musthafa fahmi, At-Shihah Al-Nafsyah tahun
1963.
Dengan kata lain, Abd al-Mun’im Abd Al-Aziz al-Malighy lah yang memulai
langkah awal mengkaji psikologi agama secara utuh dilihat dari karyanya.
2.3.Perkembangan Psikologi
Agama di Indonesia
Di Indonesia, kajian tentang psikologi agama mulai muncul dan diminati
orang bahkan telah dimasukkan dalam materi pendidikan di fakultas-fakultas di
lingkungan perguruan tinggi agama.
Zakiah Daradjat tampaknya sangat tertarik mempelajari Psikologi Agama
dilihat dari karya-karya ilmiyah yang sudah beliau sumbangkan. Diantara
karyanya adalah 1. Ilmu Jiwa Agama, 2. Kesehatan Mental, 3. Remaja, Harapan
dan Tantatangan 4. Perawatan Jiwa untuk Anak-anak, 5. Pendidikan Agama dan
Kesehatan Mental. 6. Shalat Menjadikan hidup Bermakna (1988), 7. Kebahagiaan,
8. Haji Ibadah yang Unit, 9. Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental (1989), 10.
Do’a Menunjang Semangat Hidup (1990), 11. Zakat Pembersih Harta dan Jiwa
(1991).
Adapun Ilmuwan lain yang telah andil dalam perkembangan Ilmu Psikologi
Agama di Indonesia adalah Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso dengan
karyanya Psikologi Islami, Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi
(1994). Disusul dengan terbitnya buku Integrasi Psikologi dengan Islam,
menuju Psikologi Islami (1995).
Selain itu, Abdul Aziz Ayadi dan Ramayulius pun ikut meramaikan
perkembangan Psikologi Agama dengan menerbitkan buku Psikologi Agama
Kepribadian Muslim Pancasila dan Psikologi Agama. Sukanto
Mulyomartono dengan karyanya Nafsiologi, Suatu pendekatan Alternatif atas
Psikologi (1986), Zuardin Azzaino dengan karyanya Asas-asas Psikologi
Habiyah, Sistem Mekanisme Hubungan antara Ruh dan Jasad (1990). Yahya Jaya
dengan karyanya Peranan Taubat dan Maaf dalam Kesehatan mental dan
Spiritualisasi Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan kesehatan Mental.
Ahmad Syafe’i Mufid dengan karya yang berjudul Zikir sebagai Pembina
Kesehatan Mental. Z. Kasijan yang berjudul Larangan Mendekati Zina dalam
al-Qur’an Tinjauan Psikologis. Rahmat Djatmika dengan karya Shalat
sebagai Pengendali Mental. Abdul Mujib yang berjudul Fitrah di
Kepribadian Islam. Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir dengan judul Nuansa-nuansa
Psikologis Islam begitu juga dengan karya Baharuddin yang berjudul Paradigman
Psikologi Islam.
3. Ruang Lingkup Psikologi
Agama
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama
memiliki ruang lingkup pembahasannya tersendiri. Adapun ruang lingkup
psikologi agama menurut Prof. Dr. H. Rusmin Tumanggor adalah:
a. Kegiatan
ibadah seseorang, meliputi ubudiyah dan muamalah.
b. Gerakan-gerakan
kemasyarakatan yang muncul dari masyarakat yang beragama.
c. Budaya-budaya
yang ada dalam masyarakat, akibat pengalaman agama.
d. Suasana
keagamaan dalam lingkungan hidup, seiring dengan kesadaran beragama yang ada
dalam masyarakat.
Lebih lanjut, Prof. Dr. Zakiah Darajat menyatakan
lapangan penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan
kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai
hasil dari keyakinan. Oleh karena itu menurut Zakiah Darajat ruang lingkup yang
menjadi lapangan kajian psikologi agama meliputi kajian mengenai:
a. Bermacam-macam
emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama
orang biasa (umum), seperti rasa lega, dan tentram sehabis sembahyang, rasa
lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa atau membaca ayat-ayat suci,
perasaan tenang, pasrah dan menyerah setelah berzikir dan ingat kepada Allah
ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan yang bersangkutan.
b. Bagaimana
perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap tuhannya, misalnya
rasa tentram dan kelegaan batin.
c. Mempelajari,
meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati
(akhirat) pada tiap-tiap orang.
d. Meneliti dan
mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap sikap dan tingkah lakunya
dalam kehidupan.
e. Meneliti dan
mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci
kelegaan batinnya.
4.
Metode
Penelitian Psikologi Agama
Metode yang digunakan dalam penelitian-penelitian
psikologi agama adalah metode ilmiah, yakni mempelajari fakta-fakta yang berada
dalam lingkungannya, dengan cara yang obyektif. Dalam meneliti ilmu jiwa
agama sejumlah metode dapat digunakan antara lain:
a. Dokumen Pribadi
Metode ini digunakan untuk
mempelajari bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam
keberagamaannya. Cara yang dapat ditempuh oleh peneliti adalah
mengumpulkan dokumen pribadi orang per orang, baik dalam bentuk
otobiografi, biografi, tulisan,
ataupun catatan-catatan yang dibuatnya. Dalam Penerapanya, metode dokumen
pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau teknik-teknik tertentu, di
antaranya teknik nomotatik, teknik analisis nilai, teknik idiografi, teknik
penilaian terhadap sikap.
b. Kuesioner dan Wawancara
Metode kuesioner maupun wawancara digunakan
untuk mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan mendalam secara
langsung kepada responden. Dalam penerapannya, metode kuesioner dan wawancara
dilakukan dalam berbagai bentuk, di antaranya adalah teknik pengumpulan data
melalui pengumpulan pendapat masyarakat (Public Opinion Polls) dan skala
penilaian (Rating Scale).
c. Tes
Tes digunakan untuk mempelajari
tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu.
d. Eksperimen
Teknik eksperimen digunakan untuk
mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuan khusus
yang sengaja dibuat.
Penelitian ini dilakukan dengan
mengunakan data sosiologi dengan mempelajari sifat-sifat manusiawi orang per
orang atau kelompok.
f. Pendekatan terhadap Perkembangan
Teknik ini digunakan untuk meneliti
mengenai asal-usul dan perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungannya
dengan agama yang dianutnya.
g. Metode Klinis dan Proyektivitas
Dalam pelaksanannya, metode ini
memanfaatkan cara kerja klinis. Penyembuhan dilakukan dengan cara menyelaraskan
hubungan antara jiwa dan agama
h. Metode Umum Proyektivitas
Metode ini berupa penelitian dengan
cara menyadarkan sejumlah masalah yang mengandung makna tertentu
i.
Apersepsi
Nomotatik
Caranya dengan mengunakan
gambar-gambar yang samar.
j.
Studi Kasus
Studi Kasus dilakukan dengan cara
mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau lainnya untuk kasus-kasus
tertentu.
k. Survei
Metode ini biasanya digunakan dalam penelitian sosial
dan dapat digunakan untuk tujuan penggolongan manusia dalam hubungannya dengan
pembentukan organisasi dalam masyarakat.
B.
KESEHATAN
MENTAL
1.
Pengertian
Kesehatan Mental
Istilah “kesehatan mental” diambil
dari konsep mental hygiene. Kata “mental” diambil dari bahasa Yunani,
pengertiannya sama dengan psyche dalam bahas latin yang artinya psikis,
jiwa atau kejiwaan. Kesehatan mental merupakan bagian dari psikologi agama,
terus berkembang dengan pesat. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene
berarti mental yang sehat atau kesehatan mental. Sedangkan yang dimaksud
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental
baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan
sosial).
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor
(penyebab terjadinya stres). Orang yang memiliki mental sehat berarti mampu
menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan
lingkungannya. Noto Soedirdjo, menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki
kesehatan mental adalah memiliki kemampuan diri untuk bertahan dari
tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen
Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap Stressor
berbeda-beda karena faktor genetik, proses belajar dan budaya yang ada
dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang
dengan orang lain juga berbeda.
Zakiah Dradjat mendefinisikan kesehatan mental dengan
beberapa pengertian:
a. Terhindarnya
seseorang dari gejala jiwa (neurose) dan gejala penyakit jiwa (psychose)
b.
Adanya kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain,
masyarakat atau lingkungannya
c.
Pengetahuan dan perbuatan seseorang
untuk mengembangkan potensi bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin
sehingga menyebabkan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain serta terhindar
dari gangguan dan penyakit jiwa.
d. Terwujudnya
keharmonisan dalam fungsi jiwa serta terciptanya kemampuan untuk menghadapi
permasalahan sehari-hari sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan hati.
Jadi kesehatan mental adalah
keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis yang dimiliki oleh
seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan
kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara
individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga sehat baik secara mental
maupun secara sosial
2.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kesehatan Mental
2.1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam
diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat
yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu, pemberani, dan
lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik,
menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti
turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya.
2.2.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar
diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal
yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua,
anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya. Faktor
luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama,
pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal
yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor eksternal yang buruk /
tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.
Selanjutnya selain kedua faktor tersebut yang dapat
mempengaruhi kesehatan mental, juga dapat dipengaruhi oleh aspek psikis
manusia. Aspek psikis manusia pada dasarnya merupakan satu kesatuan dengan
sistem biologis, sebagai sub sistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis
selalu berinteraksi dengan keseluruhan aspek kemanusiaan. Karena itulah aspek
psikis tidak dapat dipisahkan untuk melihat jiwa manusia.
Ada beberapa aspek psikis yang turut berpengaruh
terhadap kesehatan mental, antara lain:
a. Pengalaman
Awal
Pengalaman awal merupakan segenap
pengalaman-pengalaman yang terjadi pada individu terutama yang terjadi di masa
lalunya. Pengalaman awal ini adalah merupakan bagian penting dan bahkan sangat
menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari.
b. Kebutuhan
Pemenuhan kebutuhan dapat meningkatkan kesehatan
mental seseorang. Orang yang telah mencapai kebutuhan aktualisasi yaitu orang
yang mengeksploitasi segenap kemampuan bakat, ketrampilannya sepenuhnya, akan
mencapai tingkatan apa yang disebut dengan tingkatan pengalaman puncak.
Dalam berbagai penelitian ditemukan bahwa orang-orang
yang mengalami gangguan mental, disebabkan oleh ketidakmampuan individu
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kebutuhan yang dimaksud di sini adalah
kebutuhan dasar yang tersusun secara hirarki. Kebutuhan biologis, kebutuhan
rasa aman, meliputi kebutuhan dicintai, kebutuhan harga diri, pengetahuan,
keindahan dan kebutuhan aktualisasi diri.
3. Penggolongan Kesehatan Mental
3.1.
Gangguan Somatofarm Gejalanya
bersifat fisik, tetapi tidak terdapat dasar organik dan faktor-faktor
psikologis.
3.2.
Gangguan Disosiatif Perubahan sementara
fungsi-fungsi kesadaran, ingatan, atau identitas yang disebabkan oleh masalah
emosional.
3.3.
Gangguan Psikoseksual Termasuk
masalah identitas seksual (impotent, ejakulasi, pramatang, frigiditas) dan
tujuan seksual.
3.4.
Kondisi yang Tidak dicantumkan Sebagai
Gangguan Jiwa Mencakup banyak masalah yang dihadapi orang-orang yang
membutuhkan pertolongan seperti perkawinan, kesulitan orang tua, perlakuan
kejam pada anak.
3.5.
Gangguan Kepribadian Pola prilaku
maladaptik yang sudah menahun yang merupakan cara-cara yang tidak dewasa dan
tidak tepat dalam mengatasi stres atau pemecahan masalah.
3.6.
Gangguan yang Terlihat Sejak Bayi,
Masa Kanak-Kanak atau Remaja Meliputi keterbelakangan mental,
hiperaktif, emosi pada kanak-kanak, gangguan dalam hal makan.
3.7.
Gangguan Jiwa Organik Terdapat
gejala psikologis langsung terkait dengan luka pada otak atau keabnormalan
lingkungan biokimianya sebagai akibat dari usia tua dan lain-lain.
3.8.
Gangguan Penggunaan Zat-Zat Penggunaan
alkohol berlebihan, obat bius, anfetamin, kokain, dan obat-obatan yang mengubah
prilaku
3.9.
Gangguan Skisofrenik Serangkaian
gangguan yang dilandasi dengan hilangnya kontak dengan realitas, sehingga
pikiran, persepsi, dan prilaku kacau dan aneh.
3.10.
Gangguan Paranoid Gangguan
yang ditandai dengan kecurigaan dan sifat permusuhan yang berlebihan disertai
perasaan yang dikejar-kejar.
3.11.
Gangguan Afektif Gangguan
suasana hati (mood) yang normal, penderita mungkin mengalami depresi yang
berat, gembira yang abnormal, atau berganti antara saat gembira dan depresi.
3.12.
Gangguan Kecemasan Gangguan
dimana rasa cemas merupakan gejala utama atau rasa cemas dialami bila individu
tidak menghindari situasi-situasi tertentu yang ditakuti.
4.
Peranan Pendidikan Agama Terhadap
Kesehatan Mental
Ada beberapa
peranan pendidikan agama dalam kesehatan mental, antara lain:
4.1.
Dengan Agama, dapat Memberikan
Bimbingan dalam Hidup
Ajaran agama yang di tanamkan sejak kecil kepada
anak-anak dapat membentuk kepribadian yang islami. Anak akan mampu
mengendalikan keiginan-keiginan dan terbentuk sesuatu kepribadian yang harmonis
maka ia mampu menghadapi dorongan yang bersifat fisik dan rohani/sosial,
sehingga ia dapat bersikap wajar, tenang, dan tidak melanggar hukum dan
peraturan masyarakat.
4.2.
Ajaran Agama sebagai Penolong dalam
Kesukaran Hidup
Setiap orang pasti pernah merasakan kekecewaan,
sehingga bila ia tidak berpegang teguh pada ajaran agama, dia akan memiliki
perasaan rendah diri, apatis, pesimis, dan merasakan kegelisahan. Bagi orang
yang berpengang teguh pada agama, bila mengalami kekecewaan ia tidak akan merasa
putus asa. Tetapi, ia menghadapinya dengan tenang dan tabah. Ia segera
mengingat Tuhan, sehingga ia dapat menemukan faktor-faktor yang menyebabkan
kekecewaan. Dengan demikian, ia terhindar dari gangguan jiwa.
4.3.
Aturan Agama dapat Menentramkan
Batin
Agama dapat memberi jalan penenang hati bagi jiwa yang
sedang gelisah. Banyak orang yang tidak menjalankan perintah agama, selalu
merasa gelisah dalam hidupnya. Tetapi, setelah menjalankan agama ia mendapat
ketenangan hati. Seseorang yang telah mendapat kesuksesan terkadang melupakan
agama. Ia terhanyut dalam harta yang berlimpah. Bahkan ia berusaha terus
mencari harta yang dapat membuat dirinya bahagia. Namun, jauh dalam lubuk
hatinya, ia merasa hampa. Hatinya gersang dan tidak pernah tentram. Kemudian ia
merenungkan diri merasa hartanya tidak dapat memberinya ketenangan batin.
4.4.
Ajaran Agama sebagai Pengendali
Moral
Moral adalah kelakuan yang sangat sesuai dengan
nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa
tanggung jawab atas kelakuan (tindakan tersebut).
4.5.
Agama dapat Menjadi Terapi Jiwa
Agama dapat membendung dan
menghindarkan gangguan jiwa. Sikap, perasaan, dan kelakuan yang menyebabkan
kegelisahan akan dapat diatasi bila manusia menyesali perbuatannya dan
memohon sehingga tercapailah kerukunan hidup dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
4.6.
Peranan Agama bagi Pembinaan Mental
Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan corak
kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama moral dan sosial (lingkungan)
yang di perolehnya. Jika di masa kecil mereka memperoleh pemahaman mengenai
nilai-nilai agama, maka kepribadian mereka akan mempunyai unsur-unsur yang
baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai-nilai
sosial dan moral sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan
perkembangan masyarakat. Imam akan sifat-sifat Tuhan Maha Kuasa dan Maha
Pelindung sangat diperlukan oleh setiap manusia. Karena setiap orang memerlukan
rasa aman dan tidak terancam oleh bahaya, musuh, mala petaka dan berbagai
gangguan terhadap keselamatan dirinya.
5. Ciri-ciri Mental yang Sehat
Untuk memahami jiwa yang sehat dapat
diketahui dari berapa ciri seseorang yang memiliki mental yang sehat. Dari
Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun 1959 memberikan batasan mental yang
sehat adalah sebagai berikut:
a. Dapat
menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyatan itu buruk
baginya
b.
Memperoleh kepuasan dan hasil jerih
payah usahanya
c.
Merasa lebih puas memberi dari pada
menerima
d.
Secara relative bebas dari rasa
tegang dan cemas
e.
Berhubungan dengan orang lain tolong
menolong dan saling memuaskan
f.
Menerima kekecewaan untuk dipakainya
sebagai pelajaran dikemudian hari
g.
Menjuruskan rasa permusuhan kepada
penyeleseian yang kreatif dan konstruktif
h. Mempunyai
rasa kasih sayang yang benar.
Kriteria tersebut disempurnakan dengan menambah satu
elemen spiritual (agama). Sehingga kesehatan mental ini bukan sehat dari segi
fisik, psikologis, dan sosial saja melainkan juga sehat dalam arti spiritual. Dan tidak kalah
pentingnya dalam memahami prinsip-prinsip kesehatan mental, yang dimaksud
prinsip-prinsip kesehatan mental adalah dasar yang harus ditegakkan orang dalam
dirinya untuk mendapatkan kesehatan mental yang baik serta terhindar dari
gangguan kejiwaan. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a.
Mempunyai self image (gambaran diri)
dan sikap terhadap diri sendiri yang positif
b.
Memiliki interaksi diri atau
keseimbangan fungsi-fungsi jiwa dalam menghadapi problem hidup termasuk
stress
c.
Mampu mengaktualisasikan secara
optimal, guna berproses mencapai kematangan
d.
Mampu bersosialisasi dan menerima
kehadiran orang lain
e.
Menemukan minat dan kepuasan
atas pekerjaan yang dilakukan
f.
Memiliki falsafah atau agama yang
dapat memberikan makna dan tujuan bagi hidupnya
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Menurut Dzakiah Darajat, Psikologi Agama adalah ilmu yang meneliti
pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang
bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut cara berpikir, bersikap, bereaksi,
dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena
keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.
Sedangkan menurut Ramayulius, psikologi agama ialah ilmu jiwa yang
khusus mengkaji sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan
yang dianutnya berdasarkan pendekatan psikologi. Berbeda dengan yang
diungkapkan Rusmin Tumanggor mengenai pengertian psikologi agama berdasarkan
pada kesimpulan yang beliau ambil dari beberapa ilmuwan, psikologi agama adalah
ilmu pengetahuan yang membahas pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang ketika
berinteraksi dengan lingkungannya sehubungan atas keyakinan terhadap ajaran
agama yang dianutnya. Memang dari beberapa pendapat para ahli tampaknya ada
kesamaan dengan penekanan yang berbeda, namun dalam hal ini, penulis condong
terhadap apa yang disampaikan oleh Zakiah Darajat mengenai pengertian tersebut.
Adapun ruang lingkup psikologi agama menurut Prof. Dr.
H. Rusmin Tumanggor adalah:
e. Kegiatan
ibadah seseorang, meliputi ubudiyah dan muamalah.
f. Gerakan-gerakan
kemasyarakatan yang muncul dari masyarakat yang beragama.
g. Budaya-budaya
yang ada dalam masyarakat, akibat pengalaman agama.
Suasana keagamaan dalam lingkungan hidup, seiring
dengan kesadaran beragama yang ada dalam masyarakat.
Istilah “kesehatan mental” diambil
dari konsep mental hygiene. Kata “mental” diambil dari bahasa Yunani,
pengertiannya sama dengan psyche dalam bahas latin yang artinya psikis,
jiwa atau kejiwaan. Kesehatan mental merupakan bagian dari psikologi agama,
terus berkembang dengan pesat. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene
berarti mental yang sehat atau kesehatan mental. Sedangkan yang dimaksud
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental
baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan
sosial).
Zakiah Dradjat mendefinisikan kesehatan mental dengan
beberapa pengertian:
e. Terhindarnya
seseorang dari gejala jiwa (neurose) dan gejala penyakit jiwa (psychose)
f.
Adanya kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain,
masyarakat atau lingkungannya
g.
Pengetahuan dan perbuatan seseorang
untuk mengembangkan potensi bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin
sehingga menyebabkan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain serta terhindar
dari gangguan dan penyakit jiwa.
h. Terwujudnya
keharmonisan dalam fungsi jiwa serta terciptanya kemampuan untuk menghadapi
permasalahan sehari-hari sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan hati.
B.
SARAN
Kami
menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari teman-teman maupun rekan-rekan sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Demikian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta : Rineka Cipta, 2009 Cet. V hal.
1
Dr. H. Dadang
Kahmad, M.Si. Sosiologi Agama, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, Cet.
II, 2002. Hal. 13
Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A., Ilmu Jiwa
Agama, The Psychology of Religion, Jakarta : Kencana prenadamedia Group.
Cet. I, 2014. Hal. 1-2
Budy
Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jakarta : Mizan, cet. I,
2006, Jilid I. hal 478
Prof. Dr. H.
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta : Kalam Mulia, cet. Kesepuluh, 2002.
Hal. 5
Ibid, Hal. 6
Ibid, Hal. 10
Prof. Dr. Zakiah
Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 2010 cet. 17. hal.
18-32
Dr. Achmad
Mubarok, Jiwa dalam Al-Quran, Jakarta : Paramadina, 2000, cet. I, Hal.
264
Tidak ada komentar:
Posting Komentar