TEORI
DAN PENDEKATAN PSIKOANALISA
DISUSUN
OLEH :
UNIT
2
MUTIA
(2017320133)
DINDA
MAGHFIRAH(2017320103)
MATA
KULIAH : TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING
JURUSAN
: BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
SEMESTER
3
DOSEN
PEMBIMBING
NURUL
HIKMAH, M.Pd
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
FAKULTAS
USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
TAHUN
AJARAN 2017/2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahirnya
aliran psikoanalisa dalam dunia psikologi oleh para ahli psikologi sering
dianalogikan dengan revolusi Convernican dalam natural science; dicaci,
ditolak, tapi pada akhirnya diagungkan. Pendiri psikoanalisa adalah Sigmund
Freud (1846-1940). Freud mengambil metode Breur mengenai hipnosis untuk
menangani pasiennya, tetapi akhirnya tidak memuaskan dengan hipnosis tersebut,
dan menggunakan asosiasi bebas (free association) merupakan perkembangan
teknik dalam Psikoanalisa. Tujuan dari psikoanalisa dari Freud adalah membawa
ketingkat kesadaran mengenai ingatan atau pikiran-pikiran yang ditekan yang
diasumsikan sebagai perilaku yang tidak normal dari pasiennya (koeswara, 1991).
Sigmund
Freud adalah seorang tokoh psikologi ternama, yang pertama kali mengembangkan
teori Psikoanalisa. Teori psikoanalis adalah adalah salah satu teori
kepribadian yang paling berpengaruh, tetapi juga pada ilmu-ilmu lain, termasuk
antropologi dan sosiologi.
Psikoanalisa
memerlukan interaksi verbal yang cukup lama dengan pasien, untuk menggali
kehidupan pribadinya yang paling dalam. Pengalamannya menangani para pasien
banyak memberikan inpirasi kepada Freud untuk menyusun teori kepribadiannya.
Pengembangan teorinya, didukung juga oleh penelaahan terhadap konflik-konflik
dan kecemasan-kecemasan yang dialaminya sendiri.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
itu psikoanalisa?
2. Bagaimana
kepribadian manusia menurut Sigmund Freud?
3. Apa
tujuan konseling dalam Psikoanalisa?
4. Bagaimana
teknik konseling menurut Psikoanalisa?
5. Bagaimana
yang dimaksud tentang teori psikoanalisa menurut Sigmund Freud?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Agar
mahasiswa mengetahui apa itu psikoanalisa
2. Mengetahui
bagaimana psikoanalisa itu berhubungan dengan ilmu psikologi dan konseling
3. Mengetahui
bagaimana teori-teori Psikoanalisa dan perkembangannya
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A. Psikologi Psikoanalisa
Psikoanalisa merupakan salah satu
aliran besar dalam sejarah ilmu psikologi. Layaknya aliran besar lainya,
marxisme misalnya, Psikoanalisa telah merambah ke berbagai sektor keilmuan.
Tokoh penting aliran ini adalah Sigmund Freud, Carl Gustav Jung dan Alffred
Alder. Ada tiga hal yang membuat Freud dengan Psikoanalisa menarik. Pertama,
batu pijakan Psikoanalisa yaitu seks dan agresi begitu populer. Kedua, oleh
pengikutnya yang antusias dan setia, di mana Freud dianggap tokoh pahlawan
kesepian seperti dalam mitos, membuat teorinya tersebar luas.Ketiga, kepiawaian
Freud berbahasa membuat penyajian teorinya inspiratif dan hidup.[1]
Secara umum, Psikoanalisa dapat
dikatakan merupakan sebuah pandangan baru tentang, di mana ketidaksadaran
memainkan peran sentral. Freud sendiri menjelaskan arti istilah Psikoanalisa
tidak selalu sama.
Salah satu yang terkenal berasal
dari tahun 1923 dan terdapat dalam suatu artikel yang dia tulis bagi sebuah
kamus ilmiah Jerman. Di situ Freud membedakan Psikoanalisa menjadi tiga arti.[2]
1) Istilah “Psikoanalisa”
dipakai untuk menunjukan suatu metode penelitian terhadap proses-proses psikis
yang sebelumnya hampir tidak terjangkau oleh penelitian ilmiah.
2) Psikoanalisa
menunjukan suatu teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis yang dialami
oleh pasien neurosis.
3) Istilah yang
juga dipakai dalam arti lebih luas, untuk menunjukan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh
melalui metode dan teknik di atas. Dalam arti terakhir ini,”Psikoanalisa”mengacu
pada suatu ilmu yang dimata Freud benar-benar baru.[3]
Psikoanalisa terbagi menjadi dua
segi, kerja klinis dan kerja akademik. Kerja klinis dijalankan dengan
pasien-pasien yang mengalami masalah psikis, seperti phobia, kegelisahan,
obsesi, halusinasi dan sebagainya. Sedangkan kerja akademik bertujuan
mempelajari kehidupan mental pada umumnya, dan termasuk di dalamnya studi-studi
pustaka dan ilmu sosial. Kedua hal tersebut sangat berkaitan erat, karena
dalam Psikoanalisa terapi atau
perawatannya hanya menggunakan kata-kata.
Ada dua hal yang perlu digaris
bawahi dalam uraian Psikoanalisa tersebut. Pertama, dalam arti luas, Psikoanalisa
merupakan pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui penelitian terhadap
proses psikis. Kedua, Psikoanalisa sebagai teknik dalam mengobati gangguan
gangguan psikis.
B. Perkembangan Kepribadian Manusia
Freud
mengembangkan teori mengenai perkembangan kepribadian yang merujuk pada
perkembangan seksual sehingga lebih dikenal dengan perkembangan psikoseksual.
Menurut Freud terdapat 5 (lima) tahapan perkembangan psikoseksual, yaitu : (a)
Tahap oral, sumber kenikmatan terdapat di dalam sekitar mulut; (b) Tahap anal,
sumber kenikmatannya berada di dubur, (c) Tahap Phalik, sumber kenikmatan
terdapat pada alat kelamin, (d) Tahap Latensi, tahap ini adalah masa tenang
secara seksual, (e) Tahap genital, tahap ini adalah masa dimana terjadi
kematangan organ repreduksi.
Pendapat di
atas sesuai dengan yang akan dijelaskan secara terperinci, sesuai dengan tahap
perkembangan psikoseksual yang terdiri atas berikut ini :
a.
Tahap Oral (0- 1 tahun)
Oral
berasal dari kata aris, artinya mulut. Tahap oral terjadi pada awal kehidupan
manusia, yaitu 0-1 tahun. Pada tahapan ini, mulut menjadi sumber kenikmatan
erotis, karena libido didistribusikan ke daerah sekitar mulut. Perbuatan
mengisap dan menelan menjadi metode utama untuk mencapai kepuasan. Pada tahap
ini, anak akan menikmati puting ibunya dan memasukan benda ke dalam mulutnya,
seperti mengisap jempol ataupun dot.[4] Bulan
pertama. Freud mengatakan “jika bayi bisa
berbicara, tanpa diragukan lagi dia akan mengakui bahwa tindakan
menghisap putimg adalah hal terpenting dalam hidupnya”. Menyusu sangat vital
karena air susu menyediakan makanan bagi bayi-dia harus terus meghisap puting
ibu untuk bertahan hidup. Namun Freud melihat juga kalau tindakan menghisap
menyediakan perasaan menyenangkan bagi bayi.[5] Bagian kedua
tahap oral. Kira-kira sejak usia 6 bulan, bayi mulai mengembangkan konsepsi
tentang orang lain, khususnya ibu, sebagai pribadi yang berbeda dan terpisah
darinya namun dibutuhkan. Mereka jadi cemas jika ibu meninggalkannya atau
ketika mereka bertemu orang asing tempat ibunya.[6]
b.
Tahap Anal (1-3
tahun)
Anal
berasal dari kata anus, artinya ‘dubur’. Dubur menjadi sumber kenikmatan erotis
pada masa ini, karena libido didistribusikan ke daerah anus. Pada saat anus
anak penuh dengan ampas makanan, akan memerlukan pelepasan. Peristiwa buang air
besar (BAB) merupakan pencapaian kepuasan dan menberikan rasa nikmat. Peristiwa
ini disebut dengan erotik anal.[7]
Organ
kedua yang menjadi daerah Erogen adalah anus, dan perkembangan seksual pindah
dari fase oral ke fase anal-statistik. Aspek aktif fase ini adalah impuls untuk
menguasai (sadisme), dengan penguatan pada otot-otot tubuh dan pengontrolan
fungsi otot lingkar. Membran mukus erogen anus juga memanifestasikan diri
sebagai organ dengan tujuan seksual pasif . ciri-ciri sifat yang dikaitkan
dengan fase ini adalah keteraturan, penghematan, dan ketegaran, yang secara bersama-sama menetapkan apa yang
dikenal sebagai “karakter anal”[8]
c.
Tahap Phalik (4
– 5 tahun)
Phalik berasal dari kata phallus artinya ‘zakar’.
Pada usia ini anak mulai memperhatikan atau mulai senang memainkan alat
kelaminnya sendiri, seperti memijit-mijit. Pada tahap ini, terjadi perkembangan
berbagi aspek psikologis, terutama terkait dengan kehidupan psikososial
keluarga atau perlakuan terhadap anak. Anak mulai berprilaku “selfish” atau
mementingkan diri sendiri, atau lebih berorientasi kepada diri sendiri.[9]
Organ
ketiga yang menjadi daerah erogen adalah kelamin. Periode perkembangan seksual
yang terjadi pada organ seksual laki-laki (falus) dan klitoris perempuan itu
menjadi penting dan dikenal sebagai fase falik (bangkitnya) berahi, yang
dimulai sekitar umur sekitar tiga tahun. Disini kenikmatan diperoleh dari
masturbasi. Selama fose falik, seksualittas
masa kanak-kanak awal mencapai insentitas tertingginya dan selama fase
ini perkembangan seksual laki-laki dan perempuan menjadi berbeda. Fase oedipus
adalah bagian falik untuk kedua jenis kelamin.[10]
d. Tahap
latensi (6 - 12)
Periode yang dimulai sekitar awal usia
enam tahun, pada anak perempuan, mungkin
lebih lambat, sampai mensrtuasi dan pubertas merupakan periode latensi seksual.
Latensi itu bisa atau parsial dan, selama periode ini, berbagai kekangan
seksual berkembang. Salah satu mekanisme yang digunakan untuk mengalihkan
energi seksual disebut sublimation (sublimasi) atau displacement (pemindahan) libido ke pencarian
tujuan dan budaya baru. Disamping itu, ketika inidividu berkembang, impuls-impuls
libido bisa memunculkan antikateksi atau reaksi-reaksi yang bertentangan
(reaformation-pembentukan-reaksi), seperti jijik, malu, dan sok moralis.[11]
Tahap
latensi berkisar antara usia 6 sampai 12 tahun (masa sekolah SD). Tahap ini
merupakan masa tenang seksual, karena segala sesuatu yang terkait dengan seks
dihambat atau direspon (ditekan). Dengan kata lain, masa ini adalah periode
tertahannya dorongan-dorongan sek dan agresif. Selama masa ini, anak
mengembangkan kemampuannya bersublimasi (seperti mengerjakan tugas-tugas
sekolah, bermain olah raga, dan kegiatan-kegiatan lainnya), dan mulai menaruh
perhatian untuk berteman (bergaul dengan orang lain). Mereka belum mempunyai
perhatian khusus kepada lawan jenis (bersikap netral) sehingga dalam bermain pun
anak laki-laki sebangku dengan anak wanita, dan sebaliknya. Tahap ini dipandang
sebagai masa perluasan kontak sosial dengan oran-orang di luar keluarganya.[12]
e.
Tahap genital
(12 - seterusnya)
Tahap genital, yang dimulai pada saat
menstruasi atau pubertas, melibatkan subordinasi semua sumber perasaan seksual
pada keunggulan daerah genital. Pencurahan energi libido sebelumya mungkin
masih dipertahankan, yang dimasukkan dalam aktivitas atau tindakan pendahuluan
atau tindakan atau tindakan penunjang seksual, atau ditekan atau dialihkan
dengan cara tertentu. Pubertas membawa peningkatan libido yang lebih besar pada
anak laki-laki, tetapi pada anak
perempuan ada peningkatan pada represi, terutama soal seksualitas
klitoral. Pada saat mentruasi atau pubertas, bersama mengatasi pilihan- objek
inses, tibalah saat melepaskan diri dari otoritas orangtua. Oleh karena
perkembangan seksual sebelumnya yang cukup memadai, individu sekarang siap
terlibat hubungan genital heteroseksual.[13]
Tahap
ini dimulai sekitar usia 12 tahun atau 13 tahun. Pada masa ini anak sudah masuk
usia remaja. Masa ini ditandai dengan matangnya organ repreduksi anak. Pada
periode ini, insting seksual dan agresif menjadi aktif. Anak mulai
mengembangkan motif untuk mencitai orang lain, atau mulai berkembangnya motif
altruis (keinginan untuk memperhatikan kepentingan orang lain). Motif-motif ini
mendorong anak (remaja) untuk berpartisifasi aktif dalam berbagai kegiatan, dan
persiapan untuk memasuki dunia kerja, pernikahan, dan berkeluarga.[14]
C. Tujuan Konseling
Proses
dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa
kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisis, dan
ditafsirkan dengan tujuan untuk merekonstruksi kepribadian. Tujuan konseling Psikoanalisa
adalah membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak
sadar menjadi sadar dalam diri klien.
D.
Teknik
Konseling
Teknik Teknik terapi Psikoanalisa
yang digunakan untuk meningkatkan kesadaran mendapatkan wawasan intelektual ke
dalam perilaku klien, dan memahami makna gejala-gejala yang nampak, ada lima
teknik dasar dalam terapi psikoanalisa yaitu:
a) Asosiasi
Bebas
Asosiasi
bebas adalah teknik yang memberi kebebasan pada klien untuk mengatakan apa saja
perasaan, pemikiran dan renungan yang ada dalam pikiran klien tanpa memandang
baik buruknya atau logis tidaknya. sehingga klien dapat terbuka dalam
mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya.[15]
b) Interpretasi
(Penafsiran)
Interpretasi
adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis
mimpi, analisis resistensi, dan analisis transparansi.Prosedurnya
terdiriatas penetapan analisis, penjelasan, dan bahkan mengajar klien tentang
makna perilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resisten dan
hubungan terapeutik itu sendiri.[16]
c) Analisis
mimpi
Dalam
analisis mimpi ini, mimpi dipandang sebagai jalan utama menuju ke alam tak
sadar. Karena mimpi juga diartikan sebagai pemuasan yang melambangkan dari
keinginan-keinginan dan sebagian besar isinya mencerminkan
pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awal.[17]
Dari analisis mimpi tersebut konselor dapat memahami konflik yang dihadapi oleh
klien. Teknik ini membuka hal-hal yang tidak disadari dan memberi kesempatan
pada klien untuk masalah-masalah yang belum terpecahkan. transparansi
d) Analisis
Resistensi
Resistensi
adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan
bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien
dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan
pengalaman tertentu. Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang
tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap
kecemasan. Hal ini akan timbul bila orang menjadi sadar terhadap dorongan dan
perasaan yang tertekan.[18]
e) Analisis
transefrensi
Menurut
Freud, setelah pasien mengetahui arti sesungguhnya dari hubungan transferensi
dengan konselornya, pasien akan memperoleh pemahaman atas pengalaman-pengalaman
dan perasaan masa lalunya, serta menghubungkan pengalaman-pengalaman dan
perasaan-perasaan masa lalunya tersebut dengan kesulitan-kesulitan yang
dialaminya sekarang.[19]
E.
PEMBAHASAN
A.
Teori Psikoanalisa
Sigmund Freud
Menurut Albertine (2010:11), Psikoanalisa
adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud.
Teori Psikoanalisa ini berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental
manusia, serta ilmu ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan
kontibusi besar dan dibuat untuk psikologi manusia selama ini.
Psikoanalisa merupakan sejenis
psikologi tentang ketidaksadaran; perhatian-perhatiannya terarah pada bidang
motivasi, emosi, konflik, sistem neurotic, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat
karakter. Menurut Freud (dalam Suryabrata, 2002:3), Psikoanalisa adalah sebuah
metode perawatan medis bagi orang-orang yang menderita gangguan syaraf. Psikoanalisa
merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan untuk mengobati seseorang yang
mengalami penyimpangan mental dan syaraf. Baca Juga Sejarah sastra Indonesia
Dalam struktur kepribadian Freud,
ada tiga unsur sistem penting, yakni id, ego, dan superego. Menurut Bertens
(2006:32) istilah lain dari tiga faktor tersebut dalam Psikoanalisa dikenal
sebagai tiga “instansi” yang menandai hidup psikis. Dari ketiga sistem atau
ketiga instansi ini satu sama lain saling berkaitan sehingga membentuk suatu
kekuatan atau totalitas. Maka dari itu untuk mempermudah pembahasan mengenai
kepribadian pada kerangka psikoanalisa, kita jabarkan sistem kepribadian ini.
1. Id
Menurut Bertens (2006:32-33), id
merupakan lapisan psikis yang paling mendasar sekaligus id menjadi bahan dasar
bagi pembentukan hidup psikis lebih lanjut. Artinya id merupakan sisitem kepribadian
asli paling dasar yakni yang dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan
muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologik yang
diturunkan, seperti insting, impuls, dan drives. Id berada dan beroperasi dalam
daerah unconscious, mewakili subyektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang
usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis
yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Energi psikis dalam id itu dapat meningkat
oleh karena perangsang, dan apabila energi itu meningkat maka menimbulkan
tegangan dan ini menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak menyenangkan). Dari
situlah id harus mereduksikan energi untuk menghilangkan rasa tidak enak dan
mengejar keenakan.
Id beroperasi berdasarkan prinsip
kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan
menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah keadaan yang relative
inaktif atau tingkat enerji yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau
peningkatan enerji yang mendambakan kepuasan. Jadi ketika ada stimulasi yang
memicu enerji untuk bekerja-timbul tegangan energi-id beroperasi dengan prinsip
kenikmatan; berusaha mengurangi atau menghilangkan tegangan itu; mengembalikan
diri ke tingkat energi rendah.
Penerjemahan dari kebutuhan menjadi
keinginan ini disebut dengan proses primer. Proses primer ialah reaksi
membayangkan atau mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan
tegangan-dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar
membayangkan makanan atau putting ibunya. Id hanya mampu membayangkan sesuatu,
tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan
kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedakan benar-salah , tidak tahu moral.
Jadi harus dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata, yang member
kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan
inilah yang kemudian membuat id memunculkan ego.
2. Ego
Ego adalah aspek psikologis daripada
kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik
dengan dunia kenyataan atau realita (Freud dalam Suryabrata 2010:126). Ego
berbeda dengan id. Menurut Koeswara (1991:33-34), ego adalah sistem kepribadian
yang bertindak sebagai pengaruh individu kepada objek dari kenyataan, dan
menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Menurut (Freud dalam
Bertens 2006:33), ego terbentuk dengan diferensiasi dari id karena kontaknya
dengan dunia luar, khususnya orang di sekitar bayi kecil seperti orang tua,
pengasuh, dan kakak adik. Ego timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan
organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia realita atau
kenyataan.
Ego adalah eksekutif (pelaksana)
dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimuli mana
yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan
prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu
dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal.
Menurut Bertens (2006:33), tugas ego
adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian
dengan lingkungan sekitar, lagi untuk memecahkan konflik-konflik dengan
realitas dan konflik-konflik antara keinginan-keinginan yang tidak cocok satu
sama lain.
Dengan kata lain, ego sebagai
eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus juga memenuhi
kebutuhan moral dan kebutuhan berkembang-mencapai-kesempurnaan dari superego.
Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki
energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
Untuk itu sekali lagi memahami apa
yang dimaksudkan dengan proses sekunder, perlu untuk melihat sampai dimana
proses primer membawa seorang individu dalam pemuasan keinginan sehingga dapat
diwujudkan dalam sebuah kenyataan. Proses sekunder terdiri dari usaha menemukan
atau menghasilkan kenyataan dengan jalan suatu rencana tindakan yang telah
dikembangkan melalui pikiran dan oral (pengenalan).
3. Superego
Menurut Bertens (2006:33-34), superego
dibentuk melalui internalisasi (internalization), artinya larangan-larangan
atau perintah-perintah yang berasal dari luar (para pengasuh, khususnya orang
tua) diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dari dalam. Dengan kata
lain, superego adalah buah hasil proses internalisasi, sejauh larangan-larangan
dan perintah-perintah yang tadinya merupakan sesuatu yang “asing” bagi si
subyek, akhirnya dianggap sebagai sesuatu yang berasal dari subyek sendiri,
seperti “Engkau tidak boleh…atau engkau harus…” menjadi “Aku tidak boleh…atau
aku harus…”
Menurut Freud (dalam Suryabrata,
2010:127) Super Ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari
nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan
orang tua kepada anak-anaknya yang dimasukkan dengan berbagai perintah dan
larangan. Super Ego lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan. Oleh
karena itu, Super Ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian.
Fungsinya yang pokok ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas
atau tidak, susila atau tidak, dan dengan demikian pribadi dapat bertindak
sesuai dengan moral masyarakat.
Superego adalah kekuatan moral dan
etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistic sebagai lawan
dari prinsip kepuasan id dan prinsip realitik dari ego (alwisol,2004:21).
Superego bersifat nonrasional dalam
menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang telah
dilakukan maupun baru dalam fikiran. Superego dalam hal mengontrol id, bukan
hanya menunda pemuasan tapi merintangi pemenuhannya.
Fungsi utama dari superego yang
dihadirkan antara lain adalah:
a. Sebagai
pengendali dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut
disalurkan dengan cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
b. Untuk
mengarahkan ego pada tujuan-yang sesuai dengan moral ketimbang dengan
kenyataan.
c. Mendorong individu kepada kesempurnaan.
Superego senantiasa memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang berbeda kealam
sadar. Superego bersama dengan id, berada dialam bawah sadar (Hall dan Lindzey,
1993:67-68).
Jadi superego cenderung untuk
menentang, baik ego maupun id, dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal.
Ketiga aspek tersebut meski memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam
prakteknya, namun ketiganya selalu berinteraksi secara dinamis.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Psikoanalisa adalah cara
menyembuhkan seseorang yang memiliki gangguan saraf atau sakit jiwa dengan cara
terapis alam bawah sadar. Dimana psikoanalisa ini dikembang pertama kali oleh
Sigmund Freud kepada pasiennya yang mengalami sakit jiwa sehingga ia menliti
tentang penyebab sakit jiwa pasiennya dari hasil inilah ia menemukan
pengalaman-pengalaman trauma dari pasiennya dimana melahirkan teori “libido”.
Sigmund Freud membagi tiga struktur
kpribadian manusia yang pertama ID, kedua Ego dan superego.
Ada lima teknik dasar dalam terapi psikoanalisa:
1)
Asosiasi bebas
2)
Interpretasi (Penafsiran)
3)
Analisis Mimpi
4)
Analisis Resistensi
5)
Analisis Trafresensi
Menurut Freud terdapat
5 (lima) tahapan perkembangan psikoseksual, yaitu : (a) Tahap oral, sumber
kenikmatan terdapat di dalam sekitar mulut; (b) Tahap anal, sumber
kenikmatannya berada di dubur, (c) Tahap Phalik, sumber kenikmatan terdapat
pada alat kelamin, (d) Tahap Latensi, tahap ini adalah masa tenang secara
seksual, (e) Tahap genital, tahap ini adalah masa dimana terjadi kematangan organ
repreduksi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anggit Fajar Nugroho
Jurnal Tawadhu Vol. 2 no. 1, 2018 ISSN Jurnal
Corey, Gerald. 2009. Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Hidayat, Dede Rahmat. 2011. Teori
dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam
Konseling. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ketut
Sukardi, Dewa. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Minderop,
Albertine. (2011). Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Prajitno
Soetjipto, M.A., dan Dra. Sri Mulyantini Soetjipto, Cet. Pertama Pustaka Pelajar. Yogyakarta : 2011.
Richad
Nelson-Jones, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, Ter. Drs. Helly
Suryabrata,
Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Surya,
Mohamad. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung: Bani Quraisy.
Syamsu
Yusuf LN.(2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tristiadi
Ardi Ardani, Tristiadi. 2008. Psikiatri Islam. Malang: UIN Malang Press.
[1] Jess Feist,
Gregory J. Feist, Teori Kepribadian, terj. Handrianto, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2010), hal 19.
[2] K.
Bertens,Psikoanalsis Sigmund Freud, (Jakarta: Gramedia, 2006), hal.3.
[3] Ibid.,hal. 3
[4] Dr. Dede
Rahmat Hidayat, M.Psi., Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam
Konseling, Ghalia Indonesia. Bogor: 2011. Hal. 35
[5] William
Crain,T.eori Perkembangan, Konsep dan Aplikasi, Edisi Ketiga,Terj. Yudi
Santoso, Cet. I. Pustaka Pelajar : Yogyakarta. 2007. Hal. :388-389
[6] Ibid, Hal.390
[7] Dr. Dede
Rahmat Hidayat, Op.Cit., Hal.35
[8] Richad
Nelson-Jones, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, Ter. Drs. Helly
Prajitno Soetjipto, M.A., dan Dra. Sri Mulyantini Soetjipto, Cet. Pertama
Pustaka Pelajar. Yogyakarta : 2011. Hal. 48
[9] Dr. Dede
Rahmat Hidayat, Op.Cit., Hal.35
[10] Richad
Nelson-Jones, Op.Cit., Hal.48
[11] Ibid, Hal
48-50
[12] Prof. Dr.
Syamsu Yusuf LN, MPd dan Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd., Teori Kepribadian,
Cet.Kedua. Sekolah Pasca Sarjana UPI dengan PT. Remaja Rosdakarya. Bandung :
2008. Hal. 63
[13]Richad
Nelson-Jones, Op.Cit., Hal.50
[14] Prof. Dr.
Syamsu Yusuf LN, MPd dan Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd, Op.Cit., Hal.64
[15] Mohamad
Surya, Teori-Teori Konseling, (Bandung: Bani Quraisy, 2003), hlm. 36
[16] Ibid,.
hlm. 36-37.
[17]Tristiadi
Ardi Ardani, Psikiatri Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm.
36-37
[18] Mohamad
Surya, Teori-Teori Konseling, (Bandung: Bani Quraisy, 2003), hlm. 37
[19] Tristiadi
Ardi Ardani, Psikiatri Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm.
70-71
Tidak ada komentar:
Posting Komentar