Sabtu, 05 Oktober 2019

TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING PSIKOANALISA


TEORI DAN PENDEKATAN PSIKOANALISA

DISUSUN OLEH :
UNIT 2
MUTIA (2017320133)
DINDA MAGHFIRAH(2017320103)
MATA KULIAH : TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING
JURUSAN : BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
SEMESTER 3

DOSEN PEMBIMBING
NURUL HIKMAH, M.Pd



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
TAHUN AJARAN 2017/2018

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Lahirnya aliran psikoanalisa dalam dunia psikologi oleh para ahli psikologi sering dianalogikan dengan revolusi Convernican dalam natural science; dicaci, ditolak, tapi pada akhirnya diagungkan. Pendiri psikoanalisa adalah Sigmund Freud (1846-1940). Freud mengambil metode Breur mengenai hipnosis untuk menangani pasiennya, tetapi akhirnya tidak memuaskan dengan hipnosis tersebut, dan menggunakan asosiasi bebas (free association) merupakan perkembangan teknik dalam Psikoanalisa. Tujuan dari psikoanalisa dari Freud adalah membawa ketingkat kesadaran mengenai ingatan atau pikiran-pikiran yang ditekan yang diasumsikan sebagai perilaku yang tidak normal dari pasiennya (koeswara, 1991).
Sigmund Freud adalah seorang tokoh psikologi ternama, yang pertama kali mengembangkan teori Psikoanalisa. Teori psikoanalis adalah adalah salah satu teori kepribadian yang paling berpengaruh, tetapi juga pada ilmu-ilmu lain, termasuk antropologi dan sosiologi.
Psikoanalisa memerlukan interaksi verbal yang cukup lama dengan pasien, untuk menggali kehidupan pribadinya yang paling dalam. Pengalamannya menangani para pasien banyak memberikan inpirasi kepada Freud untuk menyusun teori kepribadiannya. Pengembangan teorinya, didukung juga oleh penelaahan terhadap konflik-konflik dan kecemasan-kecemasan yang dialaminya sendiri.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa itu psikoanalisa?
2.      Bagaimana kepribadian manusia menurut Sigmund Freud?
3.      Apa tujuan konseling dalam Psikoanalisa?
4.      Bagaimana teknik konseling menurut Psikoanalisa?
5.      Bagaimana yang dimaksud tentang teori psikoanalisa menurut Sigmund Freud?

C.    TUJUAN MAKALAH
1.      Agar mahasiswa mengetahui apa itu psikoanalisa
2.      Mengetahui bagaimana psikoanalisa itu berhubungan dengan ilmu psikologi dan konseling
3.      Mengetahui bagaimana teori-teori Psikoanalisa dan perkembangannya















BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Psikologi Psikoanalisa
Psikoanalisa merupakan salah satu aliran besar dalam sejarah ilmu psikologi. Layaknya aliran besar lainya, marxisme misalnya, Psikoanalisa telah merambah ke berbagai sektor keilmuan. Tokoh penting aliran ini adalah Sigmund Freud, Carl Gustav Jung dan Alffred Alder. Ada tiga hal yang membuat Freud dengan Psikoanalisa menarik. Pertama, batu pijakan Psikoanalisa yaitu seks dan agresi begitu populer. Kedua, oleh pengikutnya yang antusias dan setia, di mana Freud dianggap tokoh pahlawan kesepian seperti dalam mitos, membuat teorinya tersebar luas.Ketiga, kepiawaian Freud berbahasa membuat penyajian teorinya inspiratif dan hidup.[1]
Secara umum, Psikoanalisa dapat dikatakan merupakan sebuah pandangan baru tentang, di mana ketidaksadaran memainkan peran sentral. Freud sendiri menjelaskan arti istilah Psikoanalisa tidak selalu sama.
Salah satu yang terkenal berasal dari tahun 1923 dan terdapat dalam suatu artikel yang dia tulis bagi sebuah kamus ilmiah Jerman. Di situ Freud membedakan Psikoanalisa menjadi tiga arti.[2]
1)      Istilah “Psikoanalisa” dipakai untuk menunjukan suatu metode penelitian terhadap proses-proses psikis yang sebelumnya hampir tidak terjangkau oleh penelitian ilmiah.
2)      Psikoanalisa menunjukan suatu teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis yang dialami oleh pasien neurosis.
3)      Istilah yang juga dipakai dalam arti lebih luas, untuk menunjukan  seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metode dan teknik di atas. Dalam arti terakhir ini,”Psikoanalisa”mengacu pada suatu ilmu yang dimata Freud benar-benar baru.[3]
Psikoanalisa terbagi menjadi dua segi, kerja klinis dan kerja akademik. Kerja klinis dijalankan dengan pasien-pasien yang mengalami masalah psikis, seperti phobia, kegelisahan, obsesi, halusinasi dan sebagainya. Sedangkan kerja akademik bertujuan mempelajari kehidupan mental pada umumnya, dan termasuk di dalamnya studi-studi pustaka dan ilmu sosial. Kedua hal tersebut sangat berkaitan erat, karena dalam  Psikoanalisa terapi atau perawatannya hanya menggunakan kata-kata.
Ada dua hal yang perlu digaris bawahi dalam uraian Psikoanalisa tersebut. Pertama, dalam arti luas, Psikoanalisa merupakan pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui penelitian terhadap proses psikis. Kedua, Psikoanalisa sebagai teknik dalam mengobati gangguan gangguan psikis.

B.     Perkembangan Kepribadian Manusia
Freud mengembangkan teori mengenai perkembangan kepribadian yang merujuk pada perkembangan seksual sehingga lebih dikenal dengan perkembangan psikoseksual. Menurut Freud terdapat 5 (lima) tahapan perkembangan psikoseksual, yaitu : (a) Tahap oral, sumber kenikmatan terdapat di dalam sekitar mulut; (b) Tahap anal, sumber kenikmatannya berada di dubur, (c) Tahap Phalik, sumber kenikmatan terdapat pada alat kelamin, (d) Tahap Latensi, tahap ini adalah masa tenang secara seksual, (e) Tahap genital, tahap ini adalah masa dimana terjadi kematangan organ repreduksi.


Pendapat di atas sesuai dengan yang akan dijelaskan secara terperinci, sesuai dengan tahap perkembangan psikoseksual yang terdiri atas berikut ini :
a.        Tahap Oral  (0- 1 tahun)
Oral berasal dari kata aris, artinya mulut. Tahap oral terjadi pada awal kehidupan manusia, yaitu 0-1 tahun. Pada tahapan ini, mulut menjadi sumber kenikmatan erotis, karena libido didistribusikan ke daerah sekitar mulut. Perbuatan mengisap dan menelan menjadi metode utama untuk mencapai kepuasan. Pada tahap ini, anak akan menikmati puting ibunya dan memasukan benda ke dalam mulutnya, seperti mengisap jempol ataupun dot.[4]                                 Bulan pertama. Freud mengatakan “jika bayi bisa  berbicara, tanpa diragukan lagi dia akan mengakui bahwa tindakan menghisap putimg adalah hal terpenting dalam hidupnya”. Menyusu sangat vital karena air susu menyediakan makanan bagi bayi-dia harus terus meghisap puting ibu untuk bertahan hidup. Namun Freud melihat juga kalau tindakan menghisap menyediakan perasaan menyenangkan bagi bayi.[5]                                                                                       Bagian kedua tahap oral. Kira-kira sejak usia 6 bulan, bayi mulai mengembangkan konsepsi tentang orang lain, khususnya ibu, sebagai pribadi yang berbeda dan terpisah darinya namun dibutuhkan. Mereka jadi cemas jika ibu meninggalkannya atau ketika mereka bertemu orang asing tempat ibunya.[6]
b.        Tahap Anal (1-3 tahun)
Anal berasal dari kata anus, artinya ‘dubur’. Dubur menjadi sumber kenikmatan erotis pada masa ini, karena libido didistribusikan ke daerah anus. Pada saat anus anak penuh dengan ampas makanan, akan memerlukan pelepasan. Peristiwa buang air besar (BAB) merupakan pencapaian kepuasan dan menberikan rasa nikmat. Peristiwa ini disebut dengan erotik anal.[7]
Organ kedua yang menjadi daerah Erogen adalah anus, dan perkembangan seksual pindah dari fase oral ke fase anal-statistik. Aspek aktif fase ini adalah impuls untuk menguasai (sadisme), dengan penguatan pada otot-otot tubuh dan pengontrolan fungsi otot lingkar. Membran mukus erogen anus juga memanifestasikan diri sebagai organ dengan tujuan seksual pasif . ciri-ciri sifat yang dikaitkan dengan fase ini adalah keteraturan, penghematan, dan ketegaran,  yang secara bersama-sama menetapkan apa yang dikenal sebagai “karakter anal”[8]
c.        Tahap Phalik (4 – 5 tahun)
Phalik  berasal dari kata phallus artinya ‘zakar’. Pada usia ini anak mulai memperhatikan atau mulai senang memainkan alat kelaminnya sendiri, seperti memijit-mijit. Pada tahap ini, terjadi perkembangan berbagi aspek psikologis, terutama terkait dengan kehidupan psikososial keluarga atau perlakuan terhadap anak. Anak mulai berprilaku “selfish” atau mementingkan diri sendiri, atau lebih berorientasi kepada diri sendiri.[9]
Organ ketiga yang menjadi daerah erogen adalah kelamin. Periode perkembangan seksual yang terjadi pada organ seksual laki-laki (falus) dan klitoris perempuan itu menjadi penting dan dikenal sebagai fase falik (bangkitnya) berahi, yang dimulai sekitar umur sekitar tiga tahun. Disini kenikmatan diperoleh dari masturbasi. Selama fose falik, seksualittas  masa kanak-kanak awal mencapai insentitas tertingginya dan selama fase ini perkembangan seksual laki-laki dan perempuan menjadi berbeda. Fase oedipus adalah bagian falik untuk kedua jenis kelamin.[10]
d.       Tahap latensi (6 - 12)
 Periode yang dimulai sekitar awal usia enam  tahun, pada anak perempuan, mungkin lebih lambat, sampai mensrtuasi dan pubertas merupakan periode latensi seksual. Latensi itu bisa atau parsial dan, selama periode ini, berbagai kekangan seksual berkembang. Salah satu mekanisme yang digunakan untuk mengalihkan energi seksual disebut sublimation (sublimasi) atau  displacement (pemindahan) libido ke pencarian tujuan dan budaya baru. Disamping itu, ketika inidividu berkembang, impuls-impuls libido bisa memunculkan antikateksi atau reaksi-reaksi yang bertentangan (reaformation-pembentukan-reaksi), seperti jijik, malu, dan sok moralis.[11]
Tahap latensi berkisar antara usia 6 sampai 12 tahun (masa sekolah SD). Tahap ini merupakan masa tenang seksual, karena segala sesuatu yang terkait dengan seks dihambat atau direspon (ditekan). Dengan kata lain, masa ini adalah periode tertahannya dorongan-dorongan sek dan agresif. Selama masa ini, anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi (seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah, bermain olah raga, dan kegiatan-kegiatan lainnya), dan mulai menaruh perhatian untuk berteman (bergaul dengan orang lain). Mereka belum mempunyai perhatian khusus kepada lawan jenis (bersikap netral) sehingga dalam bermain pun anak laki-laki sebangku dengan anak wanita, dan sebaliknya. Tahap ini dipandang sebagai masa perluasan kontak sosial dengan oran-orang di luar keluarganya.[12]
e.        Tahap genital (12 - seterusnya)
 Tahap genital, yang dimulai pada saat menstruasi atau pubertas, melibatkan subordinasi semua sumber perasaan seksual pada keunggulan daerah genital. Pencurahan energi libido sebelumya mungkin masih dipertahankan, yang dimasukkan dalam aktivitas atau tindakan pendahuluan atau tindakan atau tindakan penunjang seksual, atau ditekan atau dialihkan dengan cara tertentu. Pubertas membawa peningkatan libido yang lebih besar pada anak laki-laki, tetapi pada anak  perempuan ada peningkatan pada represi, terutama soal seksualitas klitoral. Pada saat mentruasi atau pubertas, bersama mengatasi pilihan- objek inses, tibalah saat melepaskan diri dari otoritas orangtua. Oleh karena perkembangan seksual sebelumnya yang cukup memadai, individu sekarang siap terlibat hubungan genital heteroseksual.[13]
Tahap ini dimulai sekitar usia 12 tahun atau 13 tahun. Pada masa ini anak sudah masuk usia remaja. Masa ini ditandai dengan matangnya organ repreduksi anak. Pada periode ini, insting seksual dan agresif menjadi aktif. Anak mulai mengembangkan motif untuk mencitai orang lain, atau mulai berkembangnya motif altruis (keinginan untuk memperhatikan kepentingan orang lain). Motif-motif ini mendorong anak (remaja) untuk berpartisifasi aktif dalam berbagai kegiatan, dan persiapan untuk memasuki dunia kerja, pernikahan, dan berkeluarga.[14]
C.     Tujuan Konseling
Proses dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisis, dan ditafsirkan dengan tujuan untuk merekonstruksi kepribadian. Tujuan konseling Psikoanalisa adalah membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar dalam diri klien.
D.    Teknik Konseling
Teknik Teknik terapi Psikoanalisa yang digunakan untuk meningkatkan kesadaran mendapatkan wawasan intelektual ke dalam perilaku klien, dan memahami makna gejala-gejala yang nampak, ada lima teknik dasar dalam terapi psikoanalisa yaitu:

a)      Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah teknik yang memberi kebebasan pada klien untuk mengatakan apa saja perasaan, pemikiran dan renungan yang ada dalam pikiran klien tanpa memandang baik buruknya atau logis tidaknya. sehingga klien dapat terbuka dalam mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya.[15]

b)      Interpretasi (Penafsiran)
Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi, dan analisis transparansi.Prosedurnya terdiriatas penetapan analisis, penjelasan, dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resisten dan hubungan terapeutik itu sendiri.[16]

c)      Analisis mimpi
Dalam analisis mimpi ini, mimpi dipandang sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar. Karena mimpi juga diartikan sebagai pemuasan yang melambangkan dari keinginan-keinginan dan sebagian besar isinya mencerminkan pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awal.[17] Dari analisis mimpi tersebut konselor dapat memahami konflik yang dihadapi oleh klien. Teknik ini membuka hal-hal yang tidak disadari dan memberi kesempatan pada klien untuk masalah-masalah yang belum terpecahkan. transparansi
d)     Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Hal ini akan timbul bila orang menjadi sadar terhadap dorongan dan perasaan yang tertekan.[18]
e)      Analisis transefrensi
Menurut Freud, setelah pasien mengetahui arti sesungguhnya dari hubungan transferensi dengan konselornya, pasien akan memperoleh pemahaman atas pengalaman-pengalaman dan perasaan masa lalunya, serta menghubungkan pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaan masa lalunya tersebut dengan kesulitan-kesulitan yang dialaminya sekarang.[19]

E.     PEMBAHASAN
A.    Teori Psikoanalisa Sigmund Freud
Menurut Albertine (2010:11), Psikoanalisa adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud. Teori Psikoanalisa ini berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia, serta ilmu ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan kontibusi besar dan dibuat untuk psikologi manusia selama ini.
Psikoanalisa merupakan sejenis psikologi tentang ketidaksadaran; perhatian-perhatiannya terarah pada bidang motivasi, emosi, konflik, sistem neurotic, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Menurut Freud (dalam Suryabrata, 2002:3), Psikoanalisa adalah sebuah metode perawatan medis bagi orang-orang yang menderita gangguan syaraf. Psikoanalisa merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan untuk mengobati seseorang yang mengalami penyimpangan mental dan syaraf. Baca Juga Sejarah sastra Indonesia
Dalam struktur kepribadian Freud, ada tiga unsur sistem penting, yakni id, ego, dan superego. Menurut Bertens (2006:32) istilah lain dari tiga faktor tersebut dalam Psikoanalisa dikenal sebagai tiga “instansi” yang menandai hidup psikis. Dari ketiga sistem atau ketiga instansi ini satu sama lain saling berkaitan sehingga membentuk suatu kekuatan atau totalitas. Maka dari itu untuk mempermudah pembahasan mengenai kepribadian pada kerangka psikoanalisa, kita jabarkan sistem kepribadian ini.

1.      Id
Menurut Bertens (2006:32-33), id merupakan lapisan psikis yang paling mendasar sekaligus id menjadi bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih lanjut. Artinya id merupakan sisitem kepribadian asli paling dasar yakni yang dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting, impuls, dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subyektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Energi psikis dalam id itu dapat meningkat oleh karena perangsang, dan apabila energi itu meningkat maka menimbulkan tegangan dan ini menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak menyenangkan). Dari situlah id harus mereduksikan energi untuk menghilangkan rasa tidak enak dan mengejar keenakan.
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah keadaan yang relative inaktif atau tingkat enerji yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan enerji yang mendambakan kepuasan. Jadi ketika ada stimulasi yang memicu enerji untuk bekerja-timbul tegangan energi-id beroperasi dengan prinsip kenikmatan; berusaha mengurangi atau menghilangkan tegangan itu; mengembalikan diri ke tingkat energi rendah.
Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut dengan proses primer. Proses primer ialah reaksi membayangkan atau mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau putting ibunya. Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedakan benar-salah , tidak tahu moral. Jadi harus dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata, yang member kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan inilah yang kemudian membuat id memunculkan ego.

2.      Ego
Ego adalah aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan atau realita (Freud dalam Suryabrata 2010:126). Ego berbeda dengan id. Menurut Koeswara (1991:33-34), ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengaruh individu kepada objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Menurut (Freud dalam Bertens 2006:33), ego terbentuk dengan diferensiasi dari id karena kontaknya dengan dunia luar, khususnya orang di sekitar bayi kecil seperti orang tua, pengasuh, dan kakak adik. Ego timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia realita atau kenyataan.
Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal.
Menurut Bertens (2006:33), tugas ego adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan lingkungan sekitar, lagi untuk memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik antara keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain.
Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan berkembang-mencapai-kesempurnaan dari superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
Untuk itu sekali lagi memahami apa yang dimaksudkan dengan proses sekunder, perlu untuk melihat sampai dimana proses primer membawa seorang individu dalam pemuasan keinginan sehingga dapat diwujudkan dalam sebuah kenyataan. Proses sekunder terdiri dari usaha menemukan atau menghasilkan kenyataan dengan jalan suatu rencana tindakan yang telah dikembangkan melalui pikiran dan oral (pengenalan).

3.      Superego
Menurut Bertens (2006:33-34), superego dibentuk melalui internalisasi (internalization), artinya larangan-larangan atau perintah-perintah yang berasal dari luar (para pengasuh, khususnya orang tua) diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dari dalam. Dengan kata lain, superego adalah buah hasil proses internalisasi, sejauh larangan-larangan dan perintah-perintah yang tadinya merupakan sesuatu yang “asing” bagi si subyek, akhirnya dianggap sebagai sesuatu yang berasal dari subyek sendiri, seperti “Engkau tidak boleh…atau engkau harus…” menjadi “Aku tidak boleh…atau aku harus…”
Menurut Freud (dalam Suryabrata, 2010:127) Super Ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya yang dimasukkan dengan berbagai perintah dan larangan. Super Ego lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan. Oleh karena itu, Super Ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Fungsinya yang pokok ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, susila atau tidak, dan dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistic sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realitik dari ego (alwisol,2004:21).
Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Superego dalam hal mengontrol id, bukan hanya menunda pemuasan tapi merintangi pemenuhannya.
Fungsi utama dari superego yang dihadirkan antara lain adalah:
a.       Sebagai pengendali dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dengan cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
b.      Untuk mengarahkan ego pada tujuan-yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan.
c.        Mendorong individu kepada kesempurnaan. Superego senantiasa memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang berbeda kealam sadar. Superego bersama dengan id, berada dialam bawah sadar (Hall dan Lindzey, 1993:67-68).

Jadi superego cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam prakteknya, namun ketiganya selalu berinteraksi secara dinamis.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Psikoanalisa adalah cara menyembuhkan seseorang yang memiliki gangguan saraf atau sakit jiwa dengan cara terapis alam bawah sadar. Dimana psikoanalisa ini dikembang pertama kali oleh Sigmund Freud kepada pasiennya yang mengalami sakit jiwa sehingga ia menliti tentang penyebab sakit jiwa pasiennya dari hasil inilah ia menemukan pengalaman-pengalaman trauma dari pasiennya dimana melahirkan teori “libido”.



Sigmund Freud membagi tiga struktur kpribadian manusia yang pertama ID, kedua Ego dan superego.
Ada lima teknik dasar dalam terapi psikoanalisa:
1)      Asosiasi bebas
2)      Interpretasi (Penafsiran)
3)      Analisis Mimpi
4)      Analisis Resistensi
5)      Analisis Trafresensi
Menurut Freud terdapat 5 (lima) tahapan perkembangan psikoseksual, yaitu : (a) Tahap oral, sumber kenikmatan terdapat di dalam sekitar mulut; (b) Tahap anal, sumber kenikmatannya berada di dubur, (c) Tahap Phalik, sumber kenikmatan terdapat pada alat kelamin, (d) Tahap Latensi, tahap ini adalah masa tenang secara seksual, (e) Tahap genital, tahap ini adalah masa dimana terjadi kematangan organ repreduksi.

















DAFTAR PUSTAKA

Anggit Fajar Nugroho Jurnal Tawadhu Vol. 2 no. 1, 2018 ISSN Jurnal
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:                                  Refika            Aditama.
Hidayat, Dede Rahmat. 2011. Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian     dalam Konseling. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ketut Sukardi, Dewa. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan     Konseling di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Minderop, Albertine. (2011). Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta:    Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Prajitno Soetjipto, M.A., dan Dra. Sri Mulyantini Soetjipto, Cet. Pertama        Pustaka Pelajar. Yogyakarta : 2011.
Richad Nelson-Jones, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, Ter. Drs.       Helly
Suryabrata, Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo   Persada
Surya, Mohamad. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung: Bani Quraisy.
Syamsu Yusuf LN.(2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.         Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tristiadi Ardi Ardani, Tristiadi. 2008. Psikiatri Islam. Malang: UIN Malang    Press.




[1] Jess Feist, Gregory J. Feist, Teori Kepribadian, terj. Handrianto, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hal 19.
[2] K. Bertens,Psikoanalsis Sigmund Freud, (Jakarta: Gramedia, 2006), hal.3.
[3] Ibid.,hal. 3

[4] Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi., Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling, Ghalia Indonesia. Bogor: 2011. Hal. 35
[5] William Crain,T.eori Perkembangan, Konsep dan Aplikasi, Edisi Ketiga,Terj. Yudi Santoso, Cet. I. Pustaka Pelajar : Yogyakarta. 2007. Hal. :388-389
[6] Ibid, Hal.390
[7] Dr. Dede Rahmat Hidayat,  Op.Cit., Hal.35
[8] Richad Nelson-Jones, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, Ter. Drs. Helly Prajitno Soetjipto, M.A., dan Dra. Sri Mulyantini Soetjipto, Cet. Pertama Pustaka Pelajar. Yogyakarta : 2011. Hal. 48
[9] Dr. Dede Rahmat Hidayat,  Op.Cit., Hal.35
[10] Richad Nelson-Jones, Op.Cit., Hal.48
[11] Ibid, Hal 48-50
[12] Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, MPd dan Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd., Teori Kepribadian, Cet.Kedua. Sekolah Pasca Sarjana UPI dengan PT. Remaja Rosdakarya. Bandung :
2008. Hal. 63
[13]Richad Nelson-Jones, Op.Cit., Hal.50
[14] Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, MPd dan Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd, Op.Cit., Hal.64
[15] Mohamad Surya, Teori-Teori Konseling, (Bandung: Bani Quraisy, 2003), hlm. 36
[16] Ibid,. hlm. 36-37.
[17]Tristiadi Ardi Ardani, Psikiatri Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 36-37
[18] Mohamad Surya, Teori-Teori Konseling, (Bandung: Bani Quraisy, 2003), hlm. 37
[19] Tristiadi Ardi Ardani, Psikiatri Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 70-71

Tidak ada komentar:

Posting Komentar